Komisi Pemberantasan Korupsi menangkap seorang pejabat Direktorat Jenderal Perhubungan Laut melalui operasi tangkap tangan, Rabu (23/08). Itu adalah insiden ketiga yang dialami lembaga itu sejak 2015, di tengah upaya Presiden Joko Widodo menjadikan transportasi laut tulang punggung Nawacita.
Indonesia Corruption Watch (ICW) menyebut Kementerian Perhubungan tak serius mencegah dan menindak praktek korupsi yang berulang kali terjadi. Sementara pengamat transportasi menilai kasus korupsi di Ditjen Perhubungan Laut linier dengan pelayanan transportasi laut yang rendah.
Kasus korupsi pembangunan balai pendidikan dan pelatihan ilmu pelayaran di Sorong, Papua, merupakan kasus rasuah pertama di lembaga itu dalam tiga tahun terakhir. Pada Oktober 2015, KPK menetapkan Bobby Reynold Mamahit, kala itu berstatus orang nomor satu di Ditjen Perhubungan Laut, menjadi tersangka pada perkara tersebut.
Agustus 2016, Bobby divonis bersalah dan dijatuhi hukuman lima tahun penjara. Ia dinyatakan merugikan keuangan negara sebesar Rp40,1 miliar.
Berselang dua bulan usai putusan itu, giliran kepolisian mengungkap praktik pungutan liar (pungli) di Ditjen Perhubungan Laut. Jokowi saat itu bahkan dilaporkan marah besar ketika ikut menyidak kantor lembaga tersebut.
“Sudah saya putuskan membentuk Satgas Operasi Pemberantasan Pungli (OPP). Ini baru dibicarakan dan begitu rapat selesai, saya dapat laporan Kapolri bahwa di Kemenhub ada penangkapan pungli,” ujarnya.
“Mulai saat ini hentikan pungli, terutama yang terkait pelayanan masyarakat. Setop, hentikan. Baru saja dirembuk, sudah kejadian seperti ini, kata Jokowi.
Satu dari sekian pejabat yang diadili dalam kasus suap pengurusan surat kapal dan buku pelaut itu adalah ahli ukur pada Direktorat Pengukuran, Pendaftaran, dan Kebangsaan Kapal bernama Endang Sudarmono. Ia dihukum satu tahun penjara.
Adapun, kasus dugaan korupsi terbaru di lembaga itu disebut sejumlah media massa berkaitan dengan pejabat berinisial TB. Menyusul penyitaan sejumlah uang dalam kurs asing, KPK menyegel ruang kerja Dirjen Perhubungan Laut.
Ruangan itu sehari-hari digunakan Antonius Tonny Budiono, pejabat yang ditunjuk menggantikan Bobby Mamahit pada 2015.
Komitmen rendah
Kemenhub membentuk Satgas OPP pada 2016 untuk menindak beragam penyalahgunaan kewenangan di lembaga itu. Mereka menggandeng institusi eksternal, antara lain ICW dan Yayasan Lembaga Konsumen Indonesia, untuk memperkuat kinerja satgas tersebut.
Namun Juli lalu ICW memutuskan kerja sama dengan Kemenhub. Peneliti ICW Febri Hendri menyebut satgas penindak pungli itu dibentuk hanya sebagai pencitraan belaka.
Febri menuturkan, satgas itu hanya bertemu sekali dalam sepekan atau bahkan dalam dua pekan. Ia menilai satgas tersebut juga lamban menindak dugaan-dugaan korupsi yang muncul.
“Satgas itu hanya pepesan kosong. Kami keluar dari satgas itu karena kecewa dengan komitmen mereka. Kalau mereka mau serius, banyak pejabat Ditjen Hubla yang sebenarnya dapat ditangkap,” ujar Febri.
Salah satu yang disorot ICW, kata Febri, adalah pejabat-pejabat syahbandar dan otoritas pelabuhan yang kerap kongkalikong dengan pemilik kapal. Ia berkata, standar kelayakan kapal kerap dilanggar.
“Kapal yang tidak laik layar banyak, tapi dibiarkan berlayar,” kata Febri.
Pada peluncuran Satgas OPP di Jakarta, Oktober 2016, Menteri Perhubungan Budi Karya Sumadi menyebut kementeriannya perlu reformasi birokrasi agar para pejabat di lembaga itu tidak memperkaya diri sendiri.
Tiga hal yang hendak diterapkan seiring pembentukan satgas itu adalah mengaktifkan layanan telepon pengaduan, memotong birokrasi pengawasan, dan kerja sama dengan penegak hukum untuk penindakan.
Di sisi lain, Sekretaris Jenderal Kemenhub Sugihardjo mengatakan lembaganya sudah berusaha membangun sistem pengelolaan yang transparan. “Perizinan sudah berbasis online, transaksi gunakan ATM, dan pelaporan keuangan melalui aplikasi Kementerian Keuangan,” ucapnya.
Mutu layanan
Darmaningtyas dari Institut Studi Transportasi menilai kinerja Ditjen Perhubungan Laut lebih rendah dibandingkan regulator moda transportasi lain. Ia merujuk pada layanan kapal laut yang tidak sebaik pesawat atau kereta api.
“Sampai sekarang, di antara moda pesawat dan kereta api, dan alat transportasi laut masih tertinggal,” kata dia.
Hingga saat ini, kata Darmaningtyas, penjualan tiket kapal laut tidak seringkas pesawat maupun kereta api yang dapat dijangkau secara daring. Ia juga menyoroti waktu perjalanan kapal laut yang tidak menentu.
“Itu domain operator, tapi sebagai regulator, Ditjen Perhubungan Laut bisa membuat regulasi yang memaksa operator tunduk pada standar pelayanan minimum,” tuturnya.
Menurut Darmaningtyas, kinerja Ditjen Perhubungan Laut yang rendah dapat berdampak pada program tol laut yang dicanangkan Jokowi. Ia mencontohkan proyek pembangunan Pelabuhan Dompak di Tanjungpinang, Kepulauan Riau.
Proyek pelabuhan itu, kata Darmaningtyas, menjadi sia-sia karena mangkrak. Menurutnya, proyek itu adalah cermin perencanaan dan pengawasan yang lemah di Ditjen Perhubungan.
“Lembaga itu butuh penguatan di bagian perencanaan dan pengawasan. Seringkali perencanaan mereka juga tidak matang,” ujar Darmaningtyas.
Juni lalu, Kepala Kantor Syahbandar dan Otoritas Pelabuhan Tanjungpinang Rajuman Sibarani menyebut Pelabuhan Dompak terbengkalai. Ia berkata, pembangunan pelabuhan itu belum selesai meski pemerintah telah mengeluarkan Rp121 miliar.
Kementerian Perhubungan sebagai penanggungjawab proyek disebut tak meneruskan pembangunan pelabuhan itu.
Sejak awal pemerintahannya, Presiden Jokowi menyatakan akan fokus memperbaiki transportasi laut sebagai solusi kesenjangan ekonomi antardaerah. Tak hanya soal kapal, Jokowi berulang kali menggarisbawahi pentingnya pembangunan infrastruktur laut dan waktu timbun barang di pelabuhan (dwelling time).
“Saya berharap harga barang lebih murah di seluruh tanah air. Dengan laut, pemerataan ekonomi akan tercapai,” kata Jokowi dalam video di akun Youtube miliknya.
Namun, merujuk kinerja dan praktek korupsi di Ditjen Perhubungan Laut, Febri Hendri meragukan target Jokowi itu dapat terwujud.
“Kemenhub punya kewenangan regulasi dan perizinan. Kalau dua unsur ini bermasalah, upaya membangun tol laut yang terintegrasi dan kuat menjadi terhambat.
“Kasihan Pak Jokowi datang ke Kemenhub untuk menindak pungli di sana, ternyata anak buahnya tidak serius membenahi korupsi dan pungli,” kata Febri.
Sumber : bbc.com