Dian Yuli Novi, terdakwa kasus percobaan teror bom panci di Istana Negara, dituntut hukuman 10 tahun penjara dalam sidang di Pengadilan Negeri Jakarta Timur, Rabu (23/08).
Merujuk pembuktian selama proses persidangan, tim jaksa penutut umum menyebut Dian secara sah dan meyakinkan telah melanggar pidana terorisme.
Tim jaksa penutut umum menilai majelis hakim patut mengabulkan tuntutan mereka karena Dian tidak menyesali perbuatannya. “Kami tidak temukan alasan pembenar maupun pemaaf, jadi terdakwa harus dijatuhi hukuman setimpal,” kata jaksa Yuanna Nurhisyam.
Dian adalah pelaku aktif pertama dalam pidana terorisme diindonesia. Perempuan-perempuan lain, didakwa atau divonis pidana terorisme dalam peran membantu suatu perbuatan teror, bukan pelaku langsung.,
Dalam beberapa bulan teakhir, pengadilan negeri Jakarta Timur menyidangkan 44 trerdakwa terorisme, empat di antaranya perempuan.
Dian akan menjawab tuntutan jaksa melalui nota pembelaannya. Sebelumnya ia meminta hakim mempercepat jadwal sidang pembacaan pembelaan atau pledoi karena alasan kehamilan.
“Kira-kira tanggal 2 September, kalau melihat hasil USG,” kata Dian soal waktu perkiraan kelahiran anak pertama yang sedang dikandungnya.
Pasal di UU Terorisme yang dikenakan pada Dian memuat ancaman sanksi penjara paling lama seumur hidup untuk orang yang secara sengaja membuat suasana teror, menimbulkan korban jiwa secara massal atau kerusakan objek vital dan melakukan permufakatan jahat terkait terorisme.
Dian ditangkap Densus Antiteror 88 pada 10 Desember 2016, sehari sebelum ia diduga berencana meledakkan bom panci di kawasan Istana Negara, Jakarta.
Jaksa menyebut Dian menyasar Pasukan Pengamanan Presiden sebagai korbannya. Kepolisian dan pengamat menyebut Dian sebagai perempuan pertama yang menjadi calon pelaku bom bunuh diri, kendati bukan perempuan pertama yang diadili atas kasus terorisme di Indonesia.
Bom panci yang akan diledakkan Dian dibuat suaminya, Nur Solihin. Dian menikah dengan laki-laki asal Solo, Jawa Tengah, itu Oktober 2016. Nur lantas membaiat Dian untuk setia kepada ISIS di sebuah hotel di Cirebon, Jawa Barat, sebulan setelahnya.
Pada sidang kasus bom panci yang sama, jaksa menuntut Tutin Sugiarti dengan hukuman penjara selama delapan tahun dalam peran sebagai orang yang mengenalkan Dian ke sejumlah tokoh pendukung ISIS.
Dalam beberapa bulan terakhir, PN Jakarta Timur aktif menggelar sidang terhadap empat perempuan yang tersangkut kasus teror.
Ika Puspitasari, calon pelaku bom bunuh diri di Bali akhir 2016 dan Agustiningsih alias Nining, penyandang dana keberangkatan dua WNI ke Suriah adalah dua terdakwa perempuan lain yang disidangkan.
Kasus Ika kini bergulir di tahap pemeriksaan saksi. Adapun, Agustiningsih telah dijatuhi lima tahun penjara pada 26 Juli lalu.
Institute for Policy Analysis and Conflict (IPAC) menyebut perempuan pertama yang dinyatakan bersalah pada kasus terorisme di Indonesia adalah Munfiatun. Ia adalah istri Noordin Muhammad Top, otak sejumlah teror bom, antara lain di Hotel Marriot dan Kedutaan Besar Australia di Jakarta tahun 2003.
Munfiatun divonis bersalah karena membantu Noordin Top dan satu pelaku teror lainnya, Azhari Husin, melarikan diri dari pencarian kepolisian. Ia dijatuhi penjara selama tiga tahun sebelum bebas tahun 2006.
Selain Munfiatun, IPAC mencatat terdapat sejumlah perempuan yang pernah diadili dalam kasus terorisme, antara lain Putri Munawaroh dan Denny Carmelita.
Putri adalah istri Susilo, seorang pengikut Noordin Top, sedangkan Denny merupakan istri Pepu Fernando, pelaku bom termos yang mengincar rombongan Susilo Bambang Yudhoyono pada 2009, yang kala itu menjabat Presiden Indonesia.
“Meningkatnya keinginan perempuan mengorganisasikan grup-grup di media sosial, menggalang dana untuk aksi teror dan menyediakan perlengkapan logistik bagi gerakan pro-ISIS tidak hanya menunjukkan eksploitasi ekstremis laki-laki terhadap perempuan tapi juga kemauan kuat para perempuan itu untuk dikenal sebagai pejuang jihad,” tulis IPAC dalam laporannya.
Sumber : bbc.com