Apa resep sukses kontingen atlet difabel Indonesia?

0
1619

Atlet-atlet difabel sukses mengantarkan Indonesia menjadi juara umum ASEAN Para Games 2017 pada September lalu di Kuala Lumpur. Perolehan medali Indonesia, 126 emas, 75 perak, dan 50 perunggu, tidak terkejar tuan rumah Malaysia yang mendulang 90 emas, 85 perak, 83 perunggu.

Dari semua medali yang diraih Indonesia, cabang atletik dan renang menyumbangkan masing-masing 40 dan 39 emas.

Menurut Sekretaris Jenderal Komite Paralimpik Nasional Indonesia (NPC), Pribadi, hal itu memang merupakan bagian dari strategi yang telah diperhitungkan.

“Dari 16 cabang olah raga yang dipertandingkan di Kuala Lumpur, kami hanya mengikuti 11 cabang olah raga. Umpamanya atletik, nomor-nomor apa yang bisa meraih medali emas. Pelatih-pelatih kami sudah menguasai perhitungan itu,” kata Pribadi.

Strategi berikutnya adalah pemusatan latihan yang berlangsung secara intensif. Pribadi mengatakan para atlet difabel memusatkan latihan di Solo, Jawa Tengah, selama 10 bulan.

“Kami dari awal sudah yakin bahwa kalau difasilitasi seperti ini, kami akan juara umum.”

Perekrutan atlet

Namun, terlepas dari perhitungan strategi dan pemusatan latihan, modal utama kontingen Indonesia adalah para atlet yang mumpuni.

Selama kurang dari sepekan ASEAN Para Games berlangsung, kontingen Indonesia telah memecahkan 36 rekor yang terbagi dalam tiga cabang olahraga, yaitu renang, angkat besi, dan atletik.

Slamet Widodo, selaku pelatih atletik, menuturkan hal itu dapat ditelusuri sejak masa perekrutan.

“Kami melihat atlet itu dari fisiknya. Meskipun dia punya keterbatasan di mata, misalnya, kakinya dan kekenyalan ototnya itu kami lihat. Kemudian contoh lagi, tuna daksa yang kehilangan satu tangan, tapi kakinya kuat, posturnya bagus. Nah, individu seperti itu kami rekrut. Setelah direkrut, kami bina dengan bagus. Mulai dari latihan kecepatan, power, dan sebagainya,” papar Slamet.

Salah satu sarana perekrutan yang terbukti efektif adalah melalui ajang kompetisi olahraga daerah atau pekan paralimpik daerah (Peparda).

Guntur, atlet renang asal Kalimantan Timur, misalnya. Pria yang aslinya berprofesi sebagai nelayan itu, mengalami kecelakaan kapal motor pada 2000. Tangan kirinya hancur akibat mesin kapal sehingga harus diamputasi.

Namun, nasibnya berubah saat dia berkompetisi di Peparda Kaltim tahun 2006.

“Saya awalnya nggak tahu ada olah raga difabel. Dari seorang pelatih sepak bola, saya baru tahu ada Peparda. Saya pun ikut Peparda tahun 2006 di cabang olah raga renang, dapat enam emas. Empat tahun kemudian saya dipanggil untuk membela Indonesia yang menjadi tuan rumah ASEAN Para Games ,” papar Guntur.

Sejak itulah Guntur menjadi atlet nasional. Pada Asean Para Games 2017 lalu, dia meraih lima medali emas dan memecahkan empat rekor.

Persiapan Asian Para Games

Tahun depan, tepatnya pada 8 hingga 16 Oktober 2018, Indonesia akan menjadi tuan rumah Para Games di tingkat Asia dan berkompetisi di 17 cabang olahraga.

Sejumlah atlet, termasuk Guntur, menyatakan siap untuk kembali membela Indonesia. Meski demikian, agar Indonesia bisa berjaya di tahun-tahun mendatang, regenerasi harus sudah disiapkan.

“Saya sudah berusia 34 tahun. Untuk berkompetisi di tingkat internasional, mungkin masih bisa dua, tiga tahun lagi. Calon-calon pengganti saya sudah ada, usianya 18 tahun,” kata Guntur.

Dengan berbagai persiapan yang dilakukan, para atlet difabel merasa percaya diri dapat mengharumkan nama Indonesia dalam kompetisi tahun depan. Apalagi, jurang pemisah dalam wujud penghargaan antara atlet difabel dan non-difabel kini telah tiada, sebagaimana dipaparkan Setyo Budi Hartanto, atlet difabel yang meraih dua medali emas dan memecahkan satu rekor pada ASEAN Para Games di Kuala Lumpur.

“Saya sudah mengikuti olah raga difabel sejak 2004, kita masih dibedakan dengan atlet non-difabel dalam bentuk tempo pelatnasnya, nominal-nominalnya, penghargaannya. Tahun ini, Alhamdullilah sudah disamakan. Honor sama, transportasi sama, pelatnas temponya lama. Kalau dulu, ah masa dianggap gimana gitu. Seadanya. Bersyukur atlet difabel sekarang,” tutupnya.

Sumber : bbc.com