Ancaman keamanan siber yang semakin merebak di Indonesia ternyata tidak diiringi dengan ketersediaan sumber daya manusia (SDM) ahli. Kelangkaan SDM di bidang keamanan siber diamini oleh CEO Dimension Data Indonesia Hendra Lesmana yang menyebut saat ini masih sedikit sekolah formal yang memiliki jurusan keamanan siber.

Tanpa menyebut sekolahnya, Hendra mengatakan saat ini hanya ada dua universitas di Indonesia yang memiliki jurusan keamanan siber. Ia tanpa sungkan mengatakan pendidikan keamanan siber di Indonesia terhitung belum mampu melahirkan ahli yang bisa menjawab permasalahan.

“Sangat parah pendidikan keamanan digital di Indonesia. Keamanan siber menjadi tren, lucunya universitas di Indonesia hanya sedikit yang punya Jurusan Keamanan Siber di Indonesia,” kata Hendra dalam  diskusi “Tren Teknologi 2019” di bilangan Kebayoran Baru, Jakarta Selatan, Selasa (18/12).

Dibandingkan negara tetangga, ia mengatakan Indonesia memiliki presentase rasio SDM keamanan siber paling kecil di Asia Tenggara. Bahkan dibandingkan Filipina, Indonesia masih tertinggal jauh untuk urusan keamanan siber.

“Saya sering berkomunikasi dengam pemain industri dan regulator. Tantangannya kami sepakat bahwa nomor satu adalah SDM,” ucapnya.

Minimnya SDM lokal membuat perusahaan berburu ahli keamanan siber dari negeri tetangga. Padahal, keamanan siber saat ini dan kedepannya menjadi kebutuhan utama yang pasti dibutuhkan oleh banyak perusahaan.

“Ilmu keamanan siber di perusahaan besar itu sangat besar. Perusahaan juga akhirnya merasa kekurangan orang untuk kelola keamanan siber. Akhirnya ada perdebatan perekrutan TKA keamanan siber. Kalau tidak boleh maka akan kekurangan dan tertinggal,” imbuhnya.

Hendra berharap Indonesia memiliki program-program yang seperti dicanangkan Kementerian Komunikasi dan Informatika untuk melahirkan teknisi siap pakai.

Terlebih saat ini ia mengatakan peretas telah menggunakan metode yang semakin canggih untuk membobol sistem keamanan, mulai dari menggunakan kecerdasan buatan (AI) dan machine learning untuk mempelajari algoritma kebiasaan manusia ketika membuat sebuah kata sandi.

“Penggunaan AI dan machine learning untuk pertahanan keamanan siber. Peretas juga menggunakan AI untuk membaca kata sandi yang paling sering digunakan, misalnya tanggal lahir. AI di feed untuk mengerti kelemahan manusia,” kata Hendra.