Ombudsman Republik Indonesia (ORI) mengkritik pelaksanaan registrasi kartu SIM prabayar. Aturan tersebut dianggap tidak efektif karena masih maraknya pesan singkat sampah (spam) yang beredar. Hal ini diungkap Ombudsman menjelang akan ditandatanganinya aturan validasi IMEI.
Anggota Ombudsman RI Alvin Lie mengatakan aturan registrasi SIM card belum benar diimplementasikan, tapi Kementerian Komunikasi dan Informatika (Kemenkominfo) malah akan memberlakukan aturan lain.
“Registrasi kartu prabayar ini tidak dilaksanakan sebagaimana mestinya. Itu saja belum bisa menjalankan sekarang mau buat peraturan baru lagi blokir. Nanti kalau sembarangan blokir lagi bagaimana,” ujar Alvin di Kantor Ombudsman, Jakarta, Kamis (15/8)
Alvin mengatakan aturan kartu SIM yang tertuang dalam Peraturan Menteri Kominfo Nomor 12 Tahun 2016 merupakan produk ciptaan Kemenkominfo. Akan tetapi, aturan tersebut tetap merugikan masyarakat yang telah mendaftarkan KTP dan KK ketika mengaktifkan kartu SIM.
“Kemudian peraturan itu diubah terus hingga hari ini tidak jalan. Tapi justru yang sudah mendaftarkan diri itu dirugikan. Karena terus semua orang juga sekarang mau beli nomor handphone berapa pun tidak terkendali,” ujarnya.
Alvin menjelaskan bukti aturan SIM tidak terimplementasi dengan baik karena masih banyaknya SMS spam hingga banyaknya praktik aktivasi kartu SIM tanpa harus mendaftar KTP dan KK.
SMS spam erat kaitannya dengan penipuan. Misalnya kasus ‘mama minta pulsa’, hingga penipuan berhadiah. Alvin mengatakan implementasi yang tidak benar membuat para pelaku sulit dilacak.
“Akibatnya selain SMS sampah, penipuan, kejahatan itu menggunakan kartu SIM yang datanya digunakan menggunakan data orang lain. Sehingga ketika terjadi tindak pidana, terorisme, kemudian korupsi, pencucian uang itu sulit dilacak,” katanya.
Aturan validasi IMEI diproyeksikan akan ditandatangani pada 17 Agustus mendatang.