Badan Meteorologi dan Geofisika (BMKG) menjelaskan pertanda dari fenomena awan Arcus yang nampak berbentuk gelombang tsunami seperti nampak di Aceh, Senin (10/8)
Peneliti Petir dan Atmosfer BMKG, Deni Septiadi menyebut awan Arcus merupakan bagian dari awan Cumuliform atau awan yang menyerupai bunga kol.
Awan Cumuliform sendiri dapat menghasilkan angin puting beliung, petir, hujan ekstrem, hingga hujan es.
Sehingga, dia mengingatkan awan tersebut harus dihindari, terutama dalam dunia penerbangan karena dapat menimbulkan turbulensi yang kuat dan tersambar petir.
Sebelumnya, hal yang sama diungkap Kepala Seksi Data dan Informasi Badan Meteorologi Klimatologi dan Geofisika (BMKG) Stasiun I Sultan Iskandar Muda (SIM) Blang Bintang, Aceh, Zakaria.
Menurutnya, awan raksasa itu merupakan awan rendah dan biasanya berada pada satu level. Awan ini juga dapat menimbulkan angin kencang, hujan lebat disertai kilat, petir, angin puting beliung atau hujan es.
Kapan awan Arcus terbentuk?
Deni menjelaskan musim peralihan ke musim hujan menjadi menjadi momen paling sering awan bak gulungan tsunami ini terbentuk.
“Musim-musim peralihan September, Oktober, November dan musim hujan Desember, Januari, dan Februari itu merupakan waktu yang paling mendukung pertumbuhan awan yang berbentuk Cumuliform,” ujarnya lewat pesan singkat kepada CNNIndonesia.com, Selasa (11/8).
Deni menjelasakan awan Arcus sangat mudah tumbuh dan berkembang di Indonesia. Waktu pembentukan bisanya terjadi setelah insolasi maksimum pukul 13:00.
Bagaimana awan Arcus terbentuk?
Prakirawan cuaca BMKG Irsal Yuliandri menyebut awan Arcus terbentuk akibat ketidakpastian atmosfer sepanjang atau di depan pertemuan massa udara dingin. Proses itu lantas mendorong massa udara hangat dan lembab naik hingga membentuk shelf cloud.
Lebih lanjut, menurut Deni, awan Arcus terdiri dari dua jenis, yakni shelf cloud yang bentuknya melekat pada awan Cumulonimbus dan roll cloud yang terpisah dari awan badainya. Adapun yang terjadi di Aceh, kata dia adalah awan Arcus berjenis shelf cloud.
Menurutnya, awan Arcus terbentuk dari awan Cumulonimbus konvektif dewasa atau mature.
“Di dalam awan Cb itu sendiri terjadi sirkulasi internal yang sangat kuat akibat adanya aliran udara ke atas atau aliran udara ke bawah. Sehingga memungkinkan awan itu tumbuh menjulang secara vertikal menembus troposfer,” ujarnya.
Meski demikian, Deni mengatakan partikel aliran udara yang dingin, yang terbentuk di dalam bagian atas awan itu akan turun seiring dengan aliran udara ke bawah mengikuti kecepatan terminal akibat gravitasi. Partikel aliran udara dingin itu, lanjut dia juga akan terangkat secara masif oleh aliran udara kuat di luar sistem awan bagian luar.
“Dengan demikian aliran udara dingin, lembab, dan basah akan membentuk gelombang-gelombang seperti tsunami yang menakutkan dengan panjang beberapa kilometer secara horizontal,” ujar Deni.
Arcus dan cummulonimbus
Deni menuturkan awan Arcus yang mirip gulungan tsunami merupakan aksesoris dari awan Cumulonimbus (Cb). Salah satu ciri awan ini adalah pertumbuhannya yang cepat.
Perbedaanya, awan Arcus tumbuh melebar dan ketinggiannya hanya sekitar 2 km. Sedangkan Cumulonimbus adalah awan vertikal yang padat dan menjulang.
“Kita dapat identifikasi sebenarnya awan itu jenis Cumuliform dengan ketinggian yang rendah sekitar 2 kilometer,” ujar Deni.
Sumber : CNN [dot] COM