Presiden Amerika Serikat, Joe Biden, mendesak warganya untuk secara lantang menentang kebencian rasial. Dia pun memperingatkan bahwa “sikap berdiam diri” hanya justru mendukung tindakan rasis.
Demikian pernyataan Biden di negara bagian Georgia, saat bertemu dengan para tokoh masyarakat keturunan Asia, terkait tragedi penembakan brutal di tiga tempat di Kota Atlanta dan sekitarnya pada Selasa lalu (16/03).
Penembakan itu menewaskan delapan orang, termasuk enam perempuan keturunan Asia.
Walau polisi sampai saat ini tidak menyatakan penembakan itu bermotif kebencian ras, namun kasus ini terjadi di tengah meningkatnya kekerasan atas warga keturunan Asia di AS.
Tren itu juga muncul di tengah pandemi Covid-19, dan rasisme sudah menjadi ‘racun yang telah lama menghantui dan mengganggu bangsa kita’, dan itu yang harus dibasmi oleh warga Amerika, kata Biden.
Apa hal penting lainnya yang disampaikan Biden?
Dia pun mendesak Kongres untuk mengesahkan undang-undang anti-kejahatan rasial terkait virus corona yang digulirkan awal bulan ini oleh dua anggota parlemen keturunan Asia.
Bila disahkan, Rancangan Undang-Undang itu akan menjadi payung hukum bagi Departemen Kehakiman untuk memerangi kriminalitas tersebut.
RUU ini akan “mempercepat respons dari pemerintah federal terhadap meningkatnya kejahatan rasial yang kian parah selama pandemi, dan mendukung pemerintah negara bagian dan lokal untuk memperbaiki penanganan atas kejahatan rasial, sekaligus memastikan bahwa informasi terkait kejahatan rasial menjadi lebih dapat diakses oleh komunitas Asia-Amerika,” kata Gedung Putih.
Sejak awal pandemi tahun lalu, kejahatan atas warga keturunan Asia di AS meningkat pesat. Kalangan aktivis mengaitkannya dengan pandangan sesat yang menyalahkan orang Asia atas penularan Covid-19.
Namun, Biden menyatakan bahwa “kita semua harus bergerak demi mendukung penegakan hukum. Kebencian tidak punya tempat di Amerika. Ini harus dihentikan”.
“Itu tergantung pada diri kita semua untuk bersama-sama menghentikannya.”
Identitas semua korban diumumkan
Pada Jumat waktu setempat, pihak berwenang mengungkapkan semua nama delapan korban tewas akibat penembakan brutal itu. Mereka adalah:
Daoyou Feng, 44
Delaina Ashley Yaun, 33
Hyun Jung Grant, 51
Paul Andre Michels, 54
Soon Chung Park, 74
Suncha Kim, 69
Xiaojie Tan, 49
Yong Ae Yue, 63
Ada satu lagi korban yang luka parah, yaitu Elcias Hernandez Ortiz, 30, yang masih dirawat di rumah sakit.
Sementara itu kantor Sheriff Georgia yang menginvestigasi penembakan, mencopot juru bicaranya dari penanganan kasus itu pada Kamis waktu setempat setelah muncul tayangan di media sosial bahwa petugas bernama Kapten Jay Baker tersebut, menampilkan sebuah kaos bertuliskan Covid-19 merupakan “virus impor dari CHY-NA.”
Baker sendiri sudah menghadapi kritik tajam sejak melontarkan pernyataan pada jumpa pers perdana terkait kasus penembakan itu. Dia saat itu menyebutkan bahwa tersangka pembunuh bernama Robert Aaron Long saat itu sedang “betul-betul mengalami hari yang sial.”
Pada Jumat waktu setempat, pihak gereja tempat Long beribadah mengutuk “dosa dan pikiran bejat” jemaatnya itu. “Kami ingin memperjelas bahwa tindakan ekstrem dan jahat ini tidak lain adalah perbuatan memberontak melawan Tuhan kita yang Kudus dan Firman-Nya,” demikian pernyataan pihak Gereja Crabapple First Baptist.
“Penembakan itu benar-benar menyangkal iman dan perbuatan kita, dan tindakan seperti itu sama sekali tidak dapat diterima dan bertentangan dengan Injil.”