AS Dorong Upaya Melawan Kekerasan terhadap Perempuan

0
396

Jaksa Agung Amerika Merrick Garland telah meminta Kongres anggaran sebesar satu miliar dolar untuk mengatasi aksi kekerasan terhadap perempuan, termasuk kekerasan dalam rumah tangga dan serangan seksual – suatu hal yang belum pernah terjadi sebelumnya.

Setelah trauma yang terlalu lama ditutupi oleh rasa malu dan diam, kini semakin banyak orang yang bicara terbuka untuk melawan kekerasan terhadap perempuan, dari Washington DC hingga ke Asia Selatan dan Eropa.

Jordyn Wieber, pemenang medali emas dalam Olimpiade tahun 2012 yang sebelumnya dihormati di dunia hiburan dan profesi lain, menyampaikan perjuangan para penyintas yang diselimuti trauma.

“Saya marah pada diri sendiri karena tidak bicara tentang penganiayaan itu. Hal ini yang membuat saya berjuang setiap hari,” katanya.

Menurut Patricia Cumbie, aktivis perempuan di Global Rights for Women yang juga pernah diserang secara seksual ketika masih menjadi mahasiswa, reaksi Jordyn itu merupakan hal yang wajar.

“Saya ingat apa yang saya rasakan ketika itu… Apakah yang terjadi pada saya merupakan suatu kejahatan atau tidak? Saya kira ini merupakan reaksi yang sangat umum pada banyak penyintas, karena kekerasan terhadap perempuan dianggap normal,” kata Patricia.

Salah seorang korban remaja diperjual belikan sebagai pelacur atau pornografi, kadang-kadang oleh orang yang mereka kenal, dan semakin banyak yang diperdaya oleh kelompok-kelompok jalanan.

“Mereka diperkosa beramai-ramai, dipukuli di luar batas kemanusiaan, dibuat menjadi tergantung pada narkoba, dirantai pada perabot ruang tamu, dan ditempatkan di kandang-kandang,” kata Lois Lee, aktivis perempuan di Children of the Night.

Tak jarang mereka dipaksa terlibat dalam kejahatan berskala besar, termasuk penembakan dan perampokan.

Para pelaku kekerasan dapat memiliki kendali psikologis atas korban-korban mereka, yang oleh para pekerja bantuan disebut sebagai “trauma bond.”

“Bayangkan ketika ikatan itu dimulai saat seorang gadis berusia 12 atau 13 tahun, dan berlanjut hingga ke sebagian besar hidup mereka, dengan hanya gambaran wajah yang berbeda,” kata xalah seorang penyintas perdagangan seksual domestik yang kini membantu penyintas lainnya di Safe House Project, Alia Dewees.

Sebuah kajian internasional mengatakan hampir separuh remaja korban perdagangan manusia diperdagangkan oleh anggota keluarga mereka sendiri.

“Anda melihat bagaimana rusaknya sistem (tatanan masyarakat?) dalam begitu banyak hal, sehingga anak-anak ini kembali pada anggota keluarga yang memperdagangan mereka, atau berakhir di pantai asuhan. Dan kemudian mereka melarikan diri dan berakhir di jalan,” kata Brittany Dunn di Safe Project House.

Malika MacDonald, pekerja sosial yang mengawasi transisi perumahan bagi perempuan Musliam dan lainnya di ICNA Relief USA, mengatakan korban perdagangan manusia atau kekerasan dalam rumah tangga sama-sama membutuhkan bantuan komprehensif.

“Seringkali perempuan-perempuan yang disekap ini tidak memiliki tabungan atau keterampilan pekerjaan,” kata Malika.​

Sebagian perempuan dan remaja yang diperdagangkan terjebak dalam prostitusi atau pornografi, atau mereka bertahan dari satu tempat penampungan ke tempat penampungan lainnya.

“Sangat sulit ketika ada seorang perempuan yang mungkin melarikan diri dari perkawinan yang penuh kekerasan, lalu berupaya menciptaan kehidupan yang lebih baik bagi dirinya sendiri atau anak-anaknya, tetapi setiap hari di tempat penampungan ia terpapar orang-orang yang secara aktif menyalahgunakan narkoba atau alkohol, atau memiliki isu kesehatan mental yang sangat parah,” papar Malika.

Apa yang dibutuhkan? Mereka mengatakan perumahan jangka panjang, pendidikan dan dukungan emosional. Para aktivis mengatakan lebih banyak anggaran dari pemerintah tidak akan menyelesaikan persoalan, tetapi tentunya akan membantu mereka.