Perusahaan keamanan siber NortonLifeLock akan melakukan merger dengan Avast, dan nilai transaksi lebih dari USD 8 miliar.
Dalam transaksi ini, NortonLifeLock akan membeli semua saham Avast yang nilainya berkisar antara USD 8,1 miliar sampai USD 8,6 miliar. Setelah merger, mereka akan berubah menjadi perusahaan keamanan siber yang lebih besar.
“Dengan kombinasi ini, kami bisa memperkuat platform keamanan siber dan menjadikannya tersedia untuk 500 juta pengguna,” ujar Vincent Pilette, CEO NortonLifeLock, demikian dikutip detikINET dari The Verge, Jumat (13/8/2021).
Perusahaan hasil merger tersebut nantinya akan punya dua kantor pusat, yaitu di Tempe, Arizona, Amerika Serikat, dan Praha, Republik Ceko. CEO NortonLifeLock Vincent dan CFO Natalie Derse akan tetap menjadi CEO dan CFO, sementara CEO Avast Ondřej Vlček akan menjadi presiden.
Sementara itu pendiri dan direktur Avast Pavel Baudiš akan menjadi direktur independen di dewan direksi NortonLifeLock.
Merger ini akan memanfaatkan kemampuan antivirus dan privasi dari Avast untuk melengkapi layanan perlindungan pencurian identitas yang menjadi andalan NortonLifeLock.
CEO Avast Ondřej Vlček meyakini merger ini tak akan mengalami ganjalan dari pihak regulator, karena bisnis keamanan siber kini sudah berubah jauh ketimbang saat Norton dan Avast mengawali bisnisnya.
“Kami merasa yakin kami bisa menjelaskan hal tersebut ke regulator dan melewati semuanya untuk mendapat izin yang diperlukan,” ujarnya.
Avast didirikan di Republik Ceko, dan sudah mengembangkan software keamanan untuk consumer serta bisnis kecil sejak 11 tahun lalu, dan mereka mengakuisisi AVG, juga perusahaan keamanan siber, pada 2016.
Sementara NortonLifeLock adalah hasil spin-off dari Symantec, setelah sebelumnya adalah divisi consumer dari perusahaan keamanan siber tersebut sampai bisnis enterprise mereka diakuisisi oleh Broadcom dua tahun lalu.
Avast sendiri bukan tanpa cela. Beberapa waktu lalu mereka diselidiki karena masalah privasi, karena ketahuan merekam data pengguna seperti data browser tanpa izin, serta memberikan data tersebut ke perusahaan subsider, Jumpshoot.
Lalu Jumshoot menjual data tersebut ke perusahaan seperti Google, Microsoft, dan Pepsi. Jumpshoot kemudian ditutup dan ratusan karyawannya di-PHK.