Pusat Vulkanologi dan Mitigasi Bencana Geologi (PVMBG) merilis peta Kawasan Rawan Bencana (KRB) Gunung Semeru terbaru pada Jumat (14/1). Peta ini akan menjadi panduan pemerintah daerah untuk membuat berbagai kebijakan ke depan.
Kepala PVMBG, Andiani, memastikan kawasan yang berubah terkait status kerawanan bencananya hanya pada sisi tenggara Semeru. Area ini merupakan arah bukaan puncak gunung, di mana luncuran awan panas kemungkinan mengarah. Dari peta KRB yang terbaru, kata dia, kawasan yang dinyatakan rawan bencana semakin luas.
“Semula berdasarkan peta KRB versi 1996, KRB adalah seluas 72,16 hektare. Dan berdasarkan pemetaan kami kemarin, KRB bertambah luas menjadi 80,43 hektare,” kata Andiani.
Perluasan KRB itu terjadi karena PVMBG memasukkan sejumlah kawasan yang sebelumnya tidak rawan bencana menjadi rawan. Selain itu, dari pemetaan yang mereka lakukan juga ada perubahan area yang sebelumnya masuk KRB 2 kini menjadi KRB 3.
“Peta KRB ini akan sangat bermanfaat, untuk menyusun rencana kontijensi yang merupakan rencana kesiapsiagaan masyarakat, apabila terjadi erupsi Gunung Semeru di masa depan,” tambahnya.
Rencana kontijensi yang dimaksud Andiani antara lain terkait bagaimana upaya penyelamatan diri masyarakat, arah dan loasi yang bisa dipakai untuk evakuasi sementara.
“Peta ini juga menjadi dasar bagi pemerintah daerah atau stakeholder yang berkepentingan, dalam menentukan relokasi atau lokasi kembali daerah hunian atau pemukiman,” lanjut Andiani.
Pemerintah memang berencana merelokasi sejumlah korban yang desanya sudah dinilai tidak layak sebagai kawasan pemukiman. Selain itu, pengembangan daerah wisata baru atau kegiatan budidaya pertanian di kawasan rawan bercana sisi tenggara Semeru, harus disusun berdasar peta baru ini.
Dirinci oleh Andiani, dua kecamatan di Lumajang masuk dalam perubahan peta ini, yaitu Kecamatan Pronojiwo dan Candipuro. Di Pronojiwo, desa yang terdampak adalah Supiturang dan Oro-oro Ombo. Sedangkan di Kecamatan Candipuro, desa yang terdampak adalah Sumberwaluh. Larangan aktivitas juga ditetapkan di puncak Semeru, kawasan arah bukaan kawah terutama di Besuk Kobokan sepanjang 13 kilometer, dan di sempadan sungai itu sepanjang 17 kilometer.
Andiani memastikan, peta ini disusun dengan peran serta banyak ahli. Pasca bencana Semeru 4 Desember 2021, Badan Geologi telah melibatkan 30 ahli dari berbagai disiplin ilmu kebumian. Selain ahli dari PVMBG, para pakar dari Pusat Air Tanah dan Geologi Tata Lingkungan juga dilibatkan.
Sekretaris Badan Geologi, Ediar Usman, menyatakan revisi peta KRB rutin dilakukan pasca bencana terjadi.
“Setiap terjadinya bencana, akan selalu dilakukan update peta yang terkait dengan kawasan itu sendiri, maupun juga yang terkait dengan evaluasi pemanfaatan lahan atau kesesuaian lahan terhadap dampak bencana,” kata Ediar.
Penetapan peta KRB baru akan diikuti oleh penyesuaian peta geologi tata lingkungan. Misalnya, melalui peta geologi tata lingkungan akan ditetapkan, bahwa baik di zona 1, 2 maupun 3 tidak boleh lagi dibangun pemukiman ataupun kegiatan lain, yang nantinya bisa berdampak pada keselamatan jiwa.
Selain menetapkan KRB, peta baru ini, kata Ediar, juga memuat apa yang disebut sebagai zona penyangga. Di kawasan zona 1, zona penyangga ditetapkan berjarak 500 meter dari garis batas KRB. Pemukiman ataupun aktivitas lain, kata dia, hanya bisa dilakukan di luar kawasan zona penyangga ini.
Sementara untuk zona 2 dan 3, yang dalam peta berwarna merah muda dan merah tua, ditetapkan zona penyangga seluas 1 kilometer dari batas KRB.
“Kita anggap, sewaktu-waktu, mungkin dengan volume yang meningkat, bisa saja dampak bencana akan meluas ke daerah-daerah tersebut,” lanjut Ediar.
Penetapan zona penyangga seluas 500 meter dan 1 kilometer dari batas KRB, menurutnya lazim digunakan juga di berbagai negara dalam penanganan bencana.
Pembangunan Huntara Dimulai
Dalam perkembangannya, Wakil Presiden K.H. Ma’ruf Amin pada Jumat (14/11) pagi berkunjung ke lokasi pembangunan hunian sementara (huntara). Pemerintah telah memutuskan membangun huntara ini di Desa Sumber Mujur, Kecamatan Candipuro, Kabupaten Lumajang.
Menurut rilis pers resmi, Wapres tiba di lokasi pukul 07.45 WIB dan disambut Kepala Badan Nasional Penanggulangan Bencana, Suharyanto dan Bupati Lumajang, Thoriqul Haq. Ma’ruf Amin menyebut, Huntara korban Semeru ini sebagai model perkampungan relokasi yang ideal.
“Ini betul-betul pemukiman yang ideal, bagus, air minumnya setiap keluarga sudah disiapkan, bahkan pengolahan limbahnya juga, ini disiapkan dalam perencanaan yang terpadu. Ini model perkampungan yang ideal,” ujarnya Jum’at (14/1).
Ma’ruf Amin minta pembangunannya segera diselesaikan agar pengungsi dapat kembali hidup normal. Secara khusus, dia berharap pembangunan sudah selesai sebelum Hari Raya Idulfitri tahun ini.
Bupati Lumajang Thoriqul Haq memaparkan untuk kelangsungan perekonomian pasca bencana, Pemda mempersilakan lahan milik masyarakat terdampak tetap dikelola. Namun, dia menegaskan lahan yang kini menjadi kawasan bencana itu bukan untuk hunian kembali.
“Kita saat ini sedang merencanakan pembangunan kandang terpadu, untuk pertanian lahan yang mereka miliki tetap menjadi lahan mereka. Tentu butuh waktu untuk mereka bercocok tanam kembali, mungkin bisa dijadikan tanaman perkebunan seperti sengon atau lainnya,” kata Bupati dalam pernyataan resmi Humas Pemda.
Bupati menargetkan dalam 1,5 bulan ke depan proses pembangunan huntara dapat dirampungkan secara keseluruhan. Dalam prosesnya, pembangunan akan dikerjakan bersama-sama oleh seluruh relawan maupun lembaga swadaya masyarakat (LSM).
Menurut rencana, akan dibangun 1.951 huntara di atas lahan seluas 81 hektare bagi warga terdampak erupsi Gunung Semeru. Satu rumah contoh telah dibangun untuk menjadi acuan standar huntara.
“Ini ada kamar mandinya, kamar tidur, ada dapur ada peralatan masaknya juga, ini adalah rumah sementara yang semi permanen,” kata Wakil Bupati Lumajang, Indah Amperawati .
Huntara dibangun dengan luas bangunan 6×4,8 meter di atas lahan 10×14 meter. Di atas lahan itu juga, nantinya akan dibangun hunian tetap.
Di kawasan relokasi ini juga akan dibangun berbagai fasilitas untuk mengakomodasi kegiatan masyarakat, seperti pasar, masjid, dan sarana olahraga.