Puasa sebelum dan selama terpapar bakteri Salmonella enterica, dapat melindungi tubuh dari terjadinya pengembangan infeksi besar-besaran. Hal itu sebagian karena perubahan mikrobioma usus.

Hal ini setidaknya telah dibuktikan lewat sebuah penelitian terhadap tikus yang diterbitkan pada Agustus 2021 dalam PLOS Pathogens oleh Bruce Vallance dan rekannya di University of British Columbia, Kanada.

Ketika orang atau hewan terkena infeksi, mereka sering kehilangan nafsu makan. Namun masih kontroversial apakah puasa melindungi inang dari infeksi, atau malah meningkatkan kerentanan mereka.

Dalam studi baru, tikus dipuasakan selama 48 jam sebelum dan selama infeksi mulut dengan bakteri Salmonella enterica serovar Typhimurium, penyebab umum penyakit bawaan makanan pada manusia.

Puasa menurunkan tanda-tanda infeksi bakteri dibandingkan dengan tikus yang diberi makan, termasuk hampir menghilangkan semua kerusakan jaringan usus dan peradangan.

Ketika hewan yang dipuasakan diberi makan kembali selama sehari setelah puasa, terjadi peningkatan dramatis dalam jumlah Salmonella dan invasi ke dinding usus, meskipun peradangan terkait masih berkurang dibandingkan dengan normal. Analisis mikrobioma tikus menunjukkan perubahan signifikan yang terkait dengan puasa dan perlindungan terhadap infeksi.

Selain itu, puasa tidak sepenuhnya melindungi tikus bebas kuman (yang dibiakkan dengan kekurangan mikrobioma normal) dari Salmonella, ini menunjukkan bahwa beberapa perlindungan disebabkan oleh efek puasa pada mikrobioma. Percobaan menggunakan bakteri Campylobacter jejuni menegaskan bahwa efek puasa tidak terbatas pada Salmonella, dengan hasil yang serupa terlihat.

“Data ini menunjukkan bahwa puasa terapeutik atau pembatasan kalori memiliki potensi untuk memodulasi penyakit gastrointestinal menular dan berpotensi tidak menular secara menguntungkan,” para peneliti menyimpulkan, seperti dikutip dari Science Daily, Jumat (8/4/2022).

Para peneliti menambahkan, penelitian mereka menyoroti peran penting yang dimainkan makanan dalam mengatur interaksi antara inang, patogen enterik, dan mikrobioma usus.

Ketika makanan terbatas, mikrobioma tampaknya menyerap nutrisi yang tersisa, mencegah patogen memperoleh energi mereka, dan perlu menginfeksi inangnya.

Meski penelitian lebih lanjut diperlukan, sejauh ini puasa atau menyesuaikan asupan makanan dapat dimanfaatkan sebagai terapi untuk memodulasi penyakit menular di masa depan.