Penyakit mulut dan kuku (PMK) menyerang ribuan sapi di berbagai daerah di Indonesia. Pemerintah diminta menetapkan tanggap darurat, agar tidak semakin banyak ternak mati karena serangan virus ini.

Munculnya penyakit mulut dan kuku (PMK) yang menyerang ribuan ekor sapi di beberapa wilayah di dalam negeri telah menimbulkan kekhawatiran baik di kalangan warga maupun peternak. Guru Besar Fakultas Kedokteran Hewan, Universitas Gadjah Mada, Prof R. Wasito mengatakan pemerintah perlu segera menetapkan status darurat untuk mengatasi kondisi yang berkembang.

“Satu, dana tanggap darurat segera diberikan kepada petani atau peternak. Kedua, stop impor segera dari daerah yang masih terdampak atau endemis penyakit mulut dan kuku. Peraturan-peraturan yang mengizinkan impor daging atau sapi dari negara endemik, harus dihapus segera,” kata Wasito.

Dana tanggap darurat tersebut, menurut Wasito, diperlukan agar upaya melokalisir sebaran virus dapat berhasil. Bagi peternak kecil, sapi, kerbau, kambing atau babi adalah tabungan penunjang hidup. Dana tanggap darurat diberikan agar petani mau menyerahkan ternak mereka yang sakit. Biaya membeli ternak yang terinfeksi, kata Wasito, jauh lebih murah dibanding kerugian ekonomi yang dapat ditimbulkan jika wabah yang saat ini berlangsung tidak segera teratasi.

Sementara itu, impor daging atau ternak hidup penting dihentikan, karena Indonesia sebenarnya sudah bebas PMK sejak tahun 1990-an. PMK yang terdeteksi saat ini datang bersama bersama daging atau ternak hidup dari negara endemik.

“Yang sudah bebas PMK itu negara seperti Australia dan Selandia Baru. Sementara yang belum bebas itu banyak sekali. Contohnya India atau Ethiopia. Sementara yang dekat kita juga ada yang belum bebas, seperti Malaysia dan Thailand,” tambah Wasito.

Ia menjelaskan bahwa gejala paling umum yang ditunjukkan oleh ternak yang terinfeksi PMK adalah demam dan pembentukan lepuh, bisul serta koreng pada mulut, lidah, hidung, kaki, dan puting. Terdapat juga lesi pada kaki dan sela jari kaki. Ternak yang terinfeksi biasanya mengalami depresi, tidak banyak bergerak, dan kehilangan nafsu makan, serta kemungkinan adanya cairan hidung dan air liur berlebihan.

Wasito menambahkan, PMK disebabkan oleh virus dan penyebarannya sangat cepat.

“Bisa lewat orang, bisa lewat kendaraan, bahkan bisa lewat udara, dari daerah yang tercemar. Jadi, kalau ada kendaraan atau orang yang berasal dari daerah wabah, itu harus benar-benar diperhatikan. Apalagi, produk-produk pertanian, baik yang sudah dimasak maupun belum. Takutnya ada kontaminasi, karena penyakit ini sangat mudah menular,” imbuhnya.

Ia mengingatkan agar masyarakat tidak mengonsumsi daging ternak yang mati akibat PMK. Protein daging tersebut telah digunakan oleh virus untuk berkembang biak, dan karena itu tidak layak dikonsumsi.

Pemerintah Beri Perhatian

Dalam sidang kabinet paripurna di Jakarta, pada 9 Mei lalu, Presiden Joko Widodo telah berpesan agar seluruh pihak terkait berhati-hati dalam menangani PMK.

“Saya minta Menteri Pertanian, segera dilakukan lockdown, zonasi di wilayah, sehingga mutasi ternak dari satu tempat ke tempat lain, atau pergerakan ternak dari kabupaten ke kabupaten lain, apalagi provinsi ke provinsi bisa dicegah,” kata Jokowi.

Jokowi juga meminta Kapolri melakukan penjagaan di lapangan terkait lalu lintas ternak antar daerah. Daerah-daerah yang sudah dinyatakan mengalami wabah PMK untuk dijaga. Presiden juga meminta pembentukan Satgas khusus, agar jelas siapa penanggung jawab dalam upaya mengentaskan situasi wabah yang tengah berlangsung saat ini.

Menteri Pertanian Syahrul Yasin Limpo dalam keterangan resmi kementerian pada Rabu (11/5) menyebut wabah terjadi di dua provinsi, yaitu di Aceh dan Jawa Timur. Di Aceh, wilayah yang terserang oleh wabah tersebut mencakup Kabupaten Aceh Tamiang dan Aceh Timur. Sementara itu, Kabupaten Gresik, Sidoarjo, Lamongan dan Mojokerto menjadi wilayah di Jawa Timur di mana wabah tersebut terdeteksi.

“PMK adalah salah satu wabah penyakit yang penyebarannya sangat cepat melalui udara dan kontak langsung. Sehingga daerah ini harus sepenuhnya dalam kendali, baik pemerintah kabupaten, provinsi maupun Kementan, agar tidak terjadi mutasi berlebihan tanpa pengendalian dari Dirjen Peternakan dan Kesehatan Hewan,” ujar Syahrul.

Data Direktorat Jenderal Peternakan dan Kesehatan Hewan dari Kementerian Pertanian menyebutkan terdapat 5.431 ternak yang telah terinfeksi oleh PMK hingga Rabu (11/5). Di Jawa Timur sendiri, jumlah ternak yang terinfeksi mencapai 3.205 ekor, sementara di Aceh terdapat 2.226 ekor.

Syahrul juga menambahkan, sejauh ini upaya yang bisa dilakukan adalah pemberian obat dan vitamin. Laporan menunjukkan telah terjadi perbaikan kondisi hewan yang terpapar PMK. Penyemprotan disinfektan juga dilakukan di kandang dan area pemeliharaan.

Dalam keterangan pers bersama kabinet, pada Rabu (11/5), Menteri Kesehatan Budi Gunadi Sadikin memastikan pemerintah telah mengambil upaya penanganan terkait PMK. Dalam diskusi dengan organisasi kesehatan dunia, WHO dan organisasi dunia untuk kesehatan hewan, OIE, dipastikan bahwa PMK sepenuhnya menyerang ternak dan sangat kecil kemungkinan ada loncatan ke manusia.

“Virus ini adanya di hewan yang berkuku dua, sangat jarang yang meloncat ke manusia, jadi tak perlu khawatir dari sisi kesehatan manusia. Ini memang sangat menular di kesehatan hewan, tetapi untuk kesehatan manusia sangat jarang,” tandasnya.

Jawa Tengah Siaga

Di sisi lain, provinsi Jawa Tengah yang berbatasan langsung dengan Jawa Timur menyatakan kesiagaan untuk memantau transportasi ternak antar provinsi. Berbicara di Semarang pada Rabu (11/5), Gubernur Jawa Tengah, Ganjar Pranowo, mengatakan kesiagaan di perbatasan dilakukan untuk mengantisipasi dan mengisolasi ternak dari Jawa Timur.

Komunikasi dengan Kementerian Pertanian juga dilakukan, termasuk menggerakkan pengawasan untuk kesehatan hewan di Jawa Tengah.

“Kami siap-siap di Jawa Tengah, karena bukan tidak mungkin itu juga akan bisa bergeser, maka itulah kenapa mesti dijaga transportasi lalu lintas hewan kita,” kata Ganjar.