China bersiap meneliti kemungkinan mengembangkan ‘torpedo super’ nuklir kiamat, menyusul terungkapnya senjata Poseidon milik Rusia yang bisa menyebabkan tsunami.

Berita ini muncul menyusul ancaman Rusia terhadap Inggris terkait ‘tsunami nuklir’ setinggi lebih dari 500 meter yang digunakan untuk melenyapkan Inggris.

Ancaman ini disampaikan Rusia lewat TV pemerintah, karena Inggris mendukung Ukraina selama konflik Rusia-Ukraina berlangsung. Selanjutnya, corong Vladimir Putin itu juga mengemukakan ancaman serangan nuklir ke London dan New York menggunakan rudal SATAN II yang punya kecepatan hipersonik dan bisa menghantam Inggris dalam waktu tiga menit saja.

Perhatian militer baru-baru ini sangat terfokus pada pembangunan rudal hipersonik yang mampu mencapai empat penjuru Bumi: AS, Rusia, China dan Korea Utara. Semuanya berlomba untuk memproduksi senjata tersebut.

Namun, gagasan torpedo nuklir yang dirancang untuk menyebabkan gelombang pasang besar relatif baru, karena negara-negara berusaha untuk menang dalam Perang Dingin global yang terus memanas.

Sebuah laporan oleh Eurasia Times mengatakan, China kini telah menyelesaikan desain konseptual untuk reaktor nuklir ringkas dan murah yang akan mendorong segerombolan torpedo melintasi Samudra Pasifik dalam waktu sekitar seminggu.

Pernyataan tersebut dibuat dalam laporan peer-review Journal of Unmanned Undersea Systems, sebuah jurnal yang diterbitkan oleh kontraktor angkatan laut terbesar di China, China Shipbuilding Industry Corporation.

Dikutip dari Express, peneliti China kabarnya mengusulkan untuk mengembangkan versi miniatur kapal selam otonom Poseidon Rusia, drone bawah air pertama yang digerakkan oleh energi nuklir.

Para ahli percaya bahwa perangkat itu mampu melakukan perjalanan jarak jauh, juga akan menimbulkan ancaman bagi kepentingan AS di Indo-Pasifik.

Poseidon Rusia adalah senjata bawah air setara rudal balistik nuklir antarbenua. Senjata ini punya kemampuan membawa hulu ledak nuklir.

Meskipun tidak secepat rudak balistik antarbenua (Intercontinental Ballistic Missile/ICBM), Poseidon dan torpedo versi China mana pun akan sangat sulit dilacak dan dihentikan jika ditempatkan di bawah laut yang luas, khususnya Samudera Pasifik.

China menegaskan bahwa torpedo versi mereka akan menjadi versi mini dari Poseidon, dan dapat ditempatkan ke dalam tabung torpedo dan diluncurkan dalam jumlah besar dari hampir semua kapal selam atau kapal perang. Ini berbeda dengan Poseidon yang tidak dapat diproduksi secara massal karena terlalu besar, mahal, dan sangat merusak.

Pemerintah China telah meningkatkan kehadiran angkatan lautnya di Indo-Pasifik dan Laut China Selatan menyusul pengumuman oleh AS, Inggris dan Australia bahwa mereka mengembangkan kapal selam nuklir di Pasifik Selatan. China memandang situasi ini sebagai langkah yang sangat provokatif.

Torpedo mini buatan China dapat melaju dengan kecepatan lebih dari 56 km/jam atau 35 mph selama 200 jam menggunakan reaktor nuklir sekali pakai sebelum dijatuhkan ke dasar laut.

China juga telah menggenjot senjata yang lebih konvensional belakangan ini, termasuk peluncuran kapal induk ketiganya bernama Fujian. Nama Fujian berasal dari provinsi terdekat dengan Pulau Taiwan sebagai gertakan terhadap pemerintah Taipei tentang Kebijakan Satu China, yang artinya China hanya Beijing, bukan Taipei.

Selain itu, China juga telah meningkatkan patroli angkatan laut dan udara di sekitar Pulau Taiwan, dengan jet tempur terlihat di dekat pulau itu.

Peningkatan aktivitas tersebut dipicu oleh kunjungan Ketua DPR AS Nancy Pelosi ke Taiwan. China mengecam kunjungan itu dan memicu protokol diplomatik dan militer sebagai hasilnya.

Para ahli sejauh ini masih mengesampingkan invasi China ke Taiwan, kecuali keadaan berubah secara signifikan. Misalnya, jika pulau itu secara resmi mendeklarasikan dirinya sebagai negara merdeka, sangat mungkin ketegangan akan meningkat tajam.