Kandungan cemaran etilen glikol dan dietilen glikol pada obat sirop cair tak seharusnya ada di industri farmasi. Ikatan Apoteker Indonesia pun mempertanyakan mengapa bisa ada kandungan kedua cemaran itu di dalam obat sirop. 

Wakil Ketua Ikatan Apoteker Indonesia (IAI) Keri Lestari angkat bicara terkait dengan adanya kandungan cemaran etilen glikol (EG) dan dietilen glikol (DEG) pada obat sirop yang belakangan diketahui menjadi penyebab gangguan ginjal akut progresif atipikal pada anak. Menurutnya, kandungan dua cemaran itu ada di dalam bahan baku obat sebagai pelarut zat aktif maka tak boleh lebih besar dari 0,1 miligram per milimeter. Apalagi digunakan sebagai bahan baku dalam industri farmasi.

“Permasalahannya sekarang menjadi mencuat karena kadarnya sangat besar. Kalau kadarnya sudah sangat besar, itu bukan lagi cemaran. Itu yang sedang kami telisik, kenapa ada EG dan DEG sebesar ini di setiap farmasi? Berarti ada permasalahan dari bahan baku,” kata Keri dalam konferensi pers secara daring, Rabu (9/11).

Badan Pengawas Obat dan Makanan (BPOM) telah menemukan adanya bahan baku propilen glikol pada obat sirop yang mengandung cemaran EG dan DEG melebihi ambang batas dengan kadar 52 sampai 99 persen. Menurut Keri, tak heran apabila banyak anak-anak yang mengalami gangguan fungsi tubuh lantaran tingginya kadar cemaran yang digunakan dalam bahan baku obat sirop tersebut.

“Itu sudah bukan lagi cemaran. Itu si betul-betul barang kali ada replacement karena angkanya sangat tinggi sekali. Karena kalau cemaran itu besarannya kecil, dia tidak boleh lebih dari 0,1 persen. Makanya itu dinyatakan masih aman digunakan,” ungkapnya.

“Kalau lebih dari 0,1 persen itu enggak aman. Apalagi kalau sampai puluhan persen. Pantas kalau anak kecil minum itu ya langsung terjadi masalah pada kondisi tubuh,” Keri melanjutkan.

BPOM Temukan Cemaran Melebihi Ambang Batas

Kepala BPOM RI Penny K Lukito mengatakan, pihaknya menemukan cemaran EG dan DEG yang melebihi ambang batas milik CV Samudra Chemical. BPOM telah mengambil sampel bahan kimia milik perusahaan tersebut dan melakukan uji laboratorium.

“Hasil uji menunjukkan bahwa 12 sampel dengan intensitas propilen glikol memiliki kandungan EG dan DEG yang sangat jauh dari persyaratan,” ucapnya, Rabu (9/11).

Dalam uji laboratorium itu, kata Penny, sejumlah sampel memiliki kandungan EG dengan kadar 52 persen hingga 99 persen. Angka itu sangat jauh dari yang seharusnya yakni 0,1 persen. “Ini bahan baku yang seharusnya 0,1 persen. Sembilan sampel terdeteksi kadarnya 52 persen dan ada yang sampai 99 persen. Jadi hampir 100 persen kandungan EG, bukan lagi propilen glikol,” ungkapnya.

BPOM juga menemukan adanya pemalsuan pada label yang dilakukan CV Samudra Chemical. Di mana pada label drum bahan baku obat yang ditemukan BPOM bertuliskan propilen glikol tapi nyatanya malah berisi EG. Untuk itu BPOM menginstruksikan seluruh industri obat dan makanan serta pedagang besar farmasi yang pernah bekerja sama dengan CV Samudra Chemical dalam pengadaan propilen glikol untuk melakukan pengujian cemaran EG dan DEG.

“Siapa pun industri farmasi yang pernah berhubungan bisnis dengan CV Samudra Chemical dan mendapatkan penyaluran pasokan bahan baku propilen glikol untuk dicek. Bisa jadi (isinya) bukan propilen glikol,” ujar Penny.

IDAI : Kasus Gangguan Ginjal Akut pada Anak Kejahatan atas Kemanusiaan

Ketua Umum Ikatan Dokter Anak Indonesia (IDAI) Piprim Basarah Yanuarso menilai kasus gangguan ginjal akut pada anak merupakan kejahatan kemanusiaan.

“Saya meminjam kata Bu Penny (Kepala BPOM) ini kejahatan kemanusiaan,” pungkasnya.