Hujan deras sempat mengguyur beberapa wilayah Jawa Timur (Jatim) pada Minggu (5/3) malam. Peneliti BRIN, Erma Yulihastin menyebut, ada sistem badai bow-echo yang sedang terbentuk di wilayah tersebut.

“Hujan di Jatim malam ini menunjukkan pola bumerang yg menunjukkan sistem badai bow-echo sedang terbentuk di sana. Di sepanjang garis panah merah, angin kencang biasanya terjadi. Sistem hujan ini pada awalnya dibentuk dari sel-sel tunggal hujan di bagian selatan tadi sore,” tulis Erma lewat akun Twitternya.

Dalam cuitannya itu, Erma juga menyematkan peta citra radar wilayah Jawa Timur. Dalam peta tersebut, tampak citra warna mulai dari biru, hijau, kuning, dan oranye.

Warna-warna tersebut menunjukkan intensitas hujan mulai dari rendah hingga tinggi. Sebagian besar warna-warna itu berada di wilayah tengah hingga utara Jawa Timur.

“Begitu tinggi dinamika hujan ekstrem di wilayah kita, dibuktikan dari bagaimana sel-sel kecil bisa saling bergabung dan meluas secara cepat membentuk badai bow-echo,” tulis Erma lagi.

Lantas, apa itu bow echo?

Dikutip dariĀ situs National Weather Service Amerika Serikat, bow echo adalah istilah yang didasarkan kepada bentuk kumpulan hujan saat angin kencang mencapai permukaan dan menyebar secara horizontal.

“Istilah “bow echo” (secara harfiah berarti gema busur, red) didasarkan pada bagaimana kumpulan hujan atau badai petir “membungkuk” saat angin kencang yang terkait dengan badai, mencapai permukaan dan menyebar secara horizontal,” tulis pernyataan tersebut.

Biasanya, bow echo muncul dari klaster badai selain dapat dimulai dari satu badai supercell. Saat hujan yang didinginkan ke bawah mencapai permukaan bumi, ia menyebar secara horizontal.

“Udara yang semakin padat dan dingin lalu menyentuh permukaan saat hujan itu menyebar. Hal tersebut memaksa udara yang lebih lembab dan hangat naik ke atmosfer. Batasan antara udara yang hujan yang dingin dan udara yang lembab dan hangat disebut dengan gust front”

Udara yang naik karena gust front menimbulkan formasi sel badai baru berikutnya. Saat sel tersebut berkembang, hujan yang diproduksi olehnya membentuk lagi “kolam” udara hujan-dingin, yang menyebabkan gust front dapat tetap kuat.

Gust front itu akan tetap ada selama ada sel baru badai terbentuk. Sel-sel itu akan menggantikan sel badai yang terdisipasi.

Lebih lanjut, ukuran awan cumulonimbus yang terdapat pada sistem bow echo ini juga kemudian bisa membesar. Hal itu menyebabkan semakin luasnya area yang terkena hujan.

“Sekitar 46 persen dari bow echoes dimulai sebagai badai yang tidak terorganisir, 30 persen berasal dari garis badai, dan sekitar seperempat (24%) dari badai petir supercell,”

“Jika bow echo berkembang lebih dari 250 mil (400 kilometer) dengan hembusan angin yang meluas 58 mph (93 km/jam) atau lebih, maka ia dapat diklasifikasikan sebagai derecho,”