Menteri Luar Negeri Amerika Serikat Antony J. Blinken pada Kamis (16/2) berbicara dengan Menteri Luar Negeri Retno Marsudi melalui telepon. Selain membahas mengenai peran Indonesia sebagai Ketua ASEAN tahun ini, krisis politik di Myanmar, dan hak perempuan Afghanistan atas pendidikan; menurut juru bicara Departemen Luar Negeri Amerika Ned Price, Blinken juga menyampaikan keprihatinan pemerintahan Presiden Joe Biden terhadap sejumlah pasal dalam Kitab Undang-undang Hukum Pidana (KUHP) yang baru disahkan tahun ini.

Diwawancarai VOA pada Sabtu (18/2), juru bicara Kementerian Luar Negeri Teuku Faizasyah membenarkan secara garis besar beberapa isu yang dibahas kedua diplomat tinggi itu, yakni tentang posisi Indonesia sebagai ketua ASEAN tahun ini, isu Myanmar, Indo-Pasifik, dan hak perempuan Afghanistan atas pendidikan.

Blinken, ujar Faizasyah, sebagaimana negarap-negara lainnya, menyampaikan dukungan Amerika atas kepemimpinan Indonesia di ASEAN.

Terkait isu Myanmar, Faizasyah mengatakan Menlu Retno menyampaikan sikap yang sama atas upaya penyelesaikan krisis politik di negara Seribu Pagoda itu. Ia juga memberitahu Blinken tentang hasil pertemuan para menteri luar negeri di Jakarta awal Februari lalu.

AS Salah Persepsi Soal KUHP?

Sementara soal KUHP, Faizasyah mengatakan pemerintah Amerika tampaknya salah persepsi mengenai KUHP yang baru. Padahal, Kementerian Luar Negeri bersama Kementerian Hukum dan Hak Asasi Manusia (HAM) telah melangsungkan pertemuan dengan semua kepala perwakilan asing di Jakarta untuk menjelaskan soal KUHP yang baru tersebut. Blinken, ujar Faizasyah, mengangkat masalah HAM dalam KUHP yang baru itu. Namun ia tidak tahu persis dalam konteks apa.

“Saya tidak tahu persis, tapi disebutkan mengenai HAM. Jadi saya tidak bisa terlalu menduga-duga masalah HAMnya seperti apa. Kita kan negara yang menjunjung tinggi HAM dan sampai ada kementerian sendiri (yakni) Kementerian Hukum dan HAM. Artinya tidak hanya berhenti pada slogan, tapi kita wujudkan dalam konteks institusi yang memena gmengawal proses penghormatan dan pemajuan HAM di Indonesia,” kata Faizasyah.

Faizasyah menekankan percakapan telepon antara Retno dan Blinken adalah pembicaraan tertutup sehingga ia tidak mengetahui secara persis esensi lebih jauh dari pembahasan antara kedua diplomat tinggi itu. Namun ia menegaskan bahwa dalam pembicaraan itu Retno menggarisbawahi kembali komitmen Indonesia pada upaya penegakan HAM, dan bahkan pernah mendapat kepercayaan sebagai anggota Dewan HAM PBB.

Dalam pembicaraan telepon itu, Retno mengundang Amerika untuk hadir dalam pertemuan Forum ASEAN-Indo Pasifik, yang nantinya akan dilaksanakan bersamaan dengan konferensi tingkat tinggi (KTT) ASEAN.

Pengamat: AS Ingin Indonesia Mainkan Peran Lebih Besar

Dihubungi terpisah, pengamat Amerika dari Universitas Diponegoro Mohammad Rosyidin menilai dalam komunikasi kedua menlu tersebut, Amerika ingin Indonesia memainkan peran yang sejalan dengan visi negara itu di Indo-Pasifik yang bertumpu pada “freedom of navigation, demokrasi dan HAM. Amerika, tambahnya, ingin Indonesia jadi stabilisator di kawasan.

Menurutnya harapan Amerika itu selaras dengan tatanan dunia liberal (liberal world order) yang ditopang oleh prinsip-prinsip penguatan institusi internasional, dalam hal ini ASEAN, pencegahan penggunaan politik kekuasaan dengan mengedepankan cara-cara dialog, penghormatan nilai-nilai demokrasi dan HAM.

“Kalau kita kaitkan dengan realitas di kawasan, prinsip pertama tentu ASEAN diharapkan Amerika memainkan peran yang penting, terutama dalam menjaga stabilitas keamanan di kawasan, kaitannya dengan agresivitas atau kebijakan Tiongkok di Laut China Selatan,” ujar Rosyidin.

Di samping itu, lanjutnya, ASEAN diharapkan bisa meredam ambisi territorial China di kawasan.

Menurutnya dukungan Amerika terhadap posisi Indonesia sebagai Ketua ASEAN tahun ini sangat penting, terutama karena Amerika merupakan kekuatan besar dunia, sehingga Indonesia berarti mendapat kepercayaan untuk menjalankan perannya di kawasan Asia Tenggara.

Sementara terkait HAM, merujuk apa yang terjadi di Myanmar pasca kudeta militer 1 Februari 2021, Amerika menilai telah terjadi kemunduran penegakan HAM di Asia Tenggara. Itulah sebabnya Amerika, tambahnya, juga menyoroti KUHP yang baru, yang dinilai menekan partisipasi publik dan berpotensi menimbulkan pelanggaran HAM.