Baru-baru ini diberitakan kalau penambangan Bitcoin di dunia mengkonsumsi listrik tahunan yang lebih besar dari konsumsi listrik di Argentina dan beberapa negara lainnya.
Dihimpun detikINET dari berbagai sumber, Sabtu (20/2/2021) menurut peneliti dari University of Cambridge, Inggris, pada 2020 lalu konsumsi listrik penambangan Bitcoin mencapai 121,36 terawatt per hours (Twh). Sementara konsumsi listrik tahunan di Argentina hanya 121 Twh, Belanda 108,8 Twh, Uni Emirat Arab 113 Twh, dan hampir sama dengan Norwegia (122,2 Twh).
Angka konsumsi listrik Bitcoin ini terus naik sejak pertama ditemukan dan belum ada tanda-tanda menurun. Pada 2019 misalnya, konsumsi listrik penambangan Bitcoin selama setahun baru mencapai 64 Twh, atau lebih besar dari konsumsi listrik Swiss yang hanya 58 Twh.
Hal inilah yang membuat Bitcoin dikritisi oleh banyak pihak, karena konsumsi listriknya yang besar ini berkaitan dengan jumlah polusi CO2 yang dihasilkan dari pembangkit listrik.
Peneliti di University of Cambridge menggunakan sebuah alat bernama Cambridge Bitcoin Electricity Consumtion Index (CBECI), yang bisa memperkirakan berapa banyak energi listrik yang dibutuhkan untuk menyalakan jaringan Bitcoin secara real time.
Sebenarnya, apa itu menambang Bitcoin? Agar Bitcoin bisa berfungsi, harus ada proses komputer untuk melakukan verifikasi transaksi digital. Nantinya miners yang bekerja akan mendapat imbalan Bitcoin dan altcoin. Proses menciptakan Bitcoin ini makan waktu dan makan energi listrik yang banyak untuk menyelesaikan validasi digital itu. Proses ini yang disebut menambang Bitcoin.
Untuk menambang dibutuhkan software, perangkat komputer yang sangat kuat, listrik yang besar, hingga internet super cepat. Agar mendapat untung dari penambangan Bitcoin, penambang harus memiliki banyak perangkat keras yang sangat mumpuni. Jika tidak, daya yang dihabiskan lebih besar ketimbang nilai Bitcoin yang didapat.
Penambangan Bitcoin ini mengkonsumsi listrik yang besar karena melibatkan proses kalkulasi kelas berat dari komputer untuk memverifikasi transaksi. Konsumsi listrik yang besar ini juga berbanding lurus dengan panas yang dihasilkan oleh perangkat komputer penambangnya.
Alhasil sejumlah penambang Bitcoin kemudian pindah ke negara seperti Islandia, yang mempunyai suhu dingin untuk membantu pendinginan perangkat penambang uang digital ini.
Perlu diingat, angka estimasi konsumsi listrik tahunan dari CBECI ini sebenarnya tak terlalu akurat, dan perkiraan angkanya tergantung dari model yang dipakai. Sebagai perbandingan, angka perkiraan konsumsi listrik Bitcoin yang dirilis oleh Statista jauh lebih kecil dari angka keluaran CBECI.
Per November 2020 lalu, Statista memperkirakan konsumsi listrik Bitcoin global ‘hanya 76,87 Twh. Jauh lebih kecil dari estimasi keluaran CBECI.