Tim mahasiswa Indonesia yang ingin ‘selamatkan ratusan ribu penderita TBC’

0
1471

Tim mahasiswa Indonesia siap meluncurkan alat diagnosa kasus TBC yang dinamakan TB DeCare untuk membantu “menyelamatkan ratusan ribu” penderita penyakit menular paling mematikan di dunia ini.

Tim yang dinamakan Garuda45 ini dibentuk Dewi Aisyah, seorang mahasiswi Indonesia yang tengah mengambil gelar doktoral di London dalam bidang epidemiologi penyakit menular.

Bersama dengan rekan-rekan mahasiswa Indonesia yang juga tengah mengambil gelar doktoral di Inggris, alat yang akan mulai digunakan di Surabaya, Jawa Timur ini ditujukan untuk meningkatkan sensitifitas dalam pemeriksaan dahak penderita sampai di atas 90%.

Tingkat kepekaan yang rendah alat yang selama ini digunakan menyebabkan masih tingginya penderita TBC di Indonesia, yang saat ini berada di tempat tertinggi kedua setelah India.

“Angka kasus baru TBC sekitar 500.000 sampai satu juta per tahun di Indonesia. Karena alat ini dalah alat diagnostik, maka kami ingin agar penderita yang memang terinfeksi dapat dengan benar terdiagnosa positif TBC sehingga pengobatan bisa dengan cepat diberikan,” kata Dewi.

“Dengan begitu juga, kita memutus rantai penularan dari 500.000 sampai satu juta orang itu kepada orang lain,” tambahnya.

Seruan WHO agar negara-negara dunia basmi TBC

Menurut catatan badan kesehatan dunia WHO, TBC masih merupakan penyakit menular mematikan terbesar di dunia dan kasus di Indonesia tertinggi kedua, setelah India dan kasus tertinggi lain di Cina, Nigeria dan Pakistan.

Data WHO menunjukkan kematian sebesar 1,5 juta akibat TBC pada 2014 dan mencatat sekitar 53 juta orang dapat diselamatkan sejak tahun 2000 dan mengurangi angka kematian sebesar 37%.

Namun TBC tetap merupakan penyakit menular yang mematikan pada 2016, dengan kematian akibat kekebalan atas obat.

WHO menyerukan agar negara-negara dunia mengambil langkah untuk membasmi TBC.

“Belum ada kemajuan berarti dalam satu tahun terakhir ini untuk mencapai sasaran global dan regional guna menghentikan penyebaran TBC,” kata WHO akhir Oktober lalu.

Sejumlah komentar di akun Twitter UN News, antara lain dari Graham‏ @nursingschool18 yang menulis, “Kami kira TBC adalah pembunuh dari abad ke-19, dan mencengangkan bahwa penyakit itu masih menjadi penyakit menular mematikan dunia.”

Angka tinggi penderita TBC di Indonesia merupakan landasan tim Garuda45 untuk ikut membasmi penyakit menular ini.

Selama puluhan tahun pemeriksaan dahak yang banyak digunakan di dunia, termasuk di Indonesia, menggunakan alat yang kurang sensitif dengan kepekaan kurang dari 60%, kata Dewi.

Garuda45 mengembangkan TB DeCare dengan menggunakan analisa gambar dahak dengan tujuan melakukan pemeriksaan yang lebih akurat dengan tingkat kepekaan sekitar 95%.

“Untuk meningkatkan efektifitas teknologi ini, kami juga mengembangkan mikroskop yang mudah dibawa untuk menganalisa dahak. Mikrosop ini akan dikaitkan dengan telpon genggam, yang berfungsi untuk memperbesar gambar dahak yang diteliti.”

“Saya ingin saat S3 ini, saya dapat menghasillkan sesuatu yang bermanfaat untuk bangsa Indonesia, khususnya di bidang kesehatan,” tambah Dewi.

Mahasiswa lain dalam tim Garuda45 yang juga tengah melanjutkan studi di Inggris, termasuk Ahmad Ataka dan Vani Viryawan untuk bidang robotika dan Ali Akbar untuk bidang artificial intelligence dan Muhammad Rezki untuk cyber security.

Apa benar TBC mematikan?

Alfiyan Erick Yoku – Cuma diperbesar saja gambarnya atau gimana agar tidak salah diagnosis?

Dewi: Pemeriksaan manual menghitung jumlah bakteri di bawah mikroskop yang dilakukan oleh laboran akan digantikan oleh mesin. Dalam inovasi ini, kami mengembangkan machine learning yang berfungsi untuk menghitung jumlah bakteri secara otomatis dengan tingkat akurasi yang lebih tinggi.

Harini Merdekawati – Karena tingkat kepekaan mencapai angka 95%, apakah pemeriksaan spesimen dahak menggunakan TB Decare, perlu dilakukan sebanyak 3x seperti pemeriksaan pada umumnya?

Dewi: Sebenarnya angka sensitivitas hingga 95% adalah expected outcome (prediksi hasil). Saat ini kami sedang dalam masa penelitian untuk menguji sensitivitas dan spesifisitas alat menggunakan sampel dari pasien TB di Surabaya.

Dalam penelitian ini kami juga akan membandingkan waktu pengumpulan dahak SPS, apakah bisa penegakan diagnosa dilakukan dengan dua kali pemeriksaan (SP/PS) atau hanya satu kali pemeriksaan.

Utri ‘uti’ Kularia Wi Dewi Nur Aisyah, efektif buat penderita yang udah resisten?

Dewi: Untuk saat ini, alat yang dikembangkan belum bisa untuk mendeteksi resistensi obat pada pasien. Tapi TB DeCare juga terhubung dengan sistem monitoring pengobatan digital selain PMO, diharapkan dapat meningkatkan angka kepatuhan berobat pasien TB

Athorid Zuhal Q TB – Betulkah ini penyakit mematikan ?

Dewi: Iya, tuberkulosis merupakan salah satu penyakit yang mematikan. Di seluruh dunia, terdapat 1.5-2 juta kematian akibat TB setiap tahunnya.

TB merupakan penyebab kematian terbanyak ketiga, dan penyebab kematian nomor satu di bidang penyakit menular (infeksi) di Indonesia. Tuberkulosis dapat menyebabkan kematian jika tidak ditangani dengan cepat dan tepat. Tuberkulosis juga bisa tidak hanya menyerang paru, namun hingga ke tulang, selaput otak, kulit, dan ginjal.

Adham Reza Arrahman – Cara pemakaiannya gimana ya?

Dewi: TB DeCare terdiri dari beberapa komponen. Komponen integrasinya terdiri dari mikroskop yang dihubungkan dengan handphone untuk menangkap gambar sputum, dan machine learning untuk menganalisa jumlah sputum dari gambar yang ditangkap oleh handphone.

Sistem TB DeCare akan menganalisa gambar dan memberikan hasil akhir berupa jumlah bakteri dan status negatif atau positif TB untuk setiap pasien

Dwi Jeffry –Bisakah mendeteksi bakteri TB yang sudah resisten?

Dewi: Untuk saat ini, alat yang dikembangkan belum bisa untuk mendeteksi resistensi obat pada pasien TB

_Kornelius Pinem Drg – Kapan alatnya bisa mendarat di Puskesmas kami

Titip doa agar penelitiannya berjalan lancar, juga adanya pendanaan inovasi sehingga dapat diproduksi massal, dan memberikan nilai kebermanfaatan untuk bangsa Indonesia

Sumber : bbc.com