Badan Pusat Statistik (BPS) menyatakan kontraksiĀ ekonomiĀ Indonesia sebesar 5,32 persen pada kuartal II 2020 merupakan yang pertama sejak kuartal 1 1999 atau era Presiden B.J. Habibie. Saat itu, ekonomi Indonesia tercatat minus 6,13 persen.
“Pertumbuhan kuartal II 2020 ini terkontraksi 5,32 persen. Kalau melacak lagi kepada pertumbuhan ekonomi secara kuartal, kontraksi 5,32 persen merupakan yang terendah sejak kuartal I 1999,” ungkap Kepala BPS Suhariyanto dalam video conference, Rabu (5/8).
Suhariyanto menjabarkan ekonomi Indonesia kuartal II 2020 juga berbanding terbalik dengan kuartal II 2019 yang masih tumbuh 5,05 persen. Begitu pula jika dibandingkan dengan kuartal I 2020 yang masih tumbuh meski anjlok sebesar 2,97 persen.
“Pertumbuhan ekonomi kuartal II 2020 alami kontraksi 5,32 persen dan kumulatif semester I 2020 kontraksi 1,26 persen,” katanya.
Situasi ini sejalan dengan ekonomi di negara lain yang juga mengalami kontraksi pada kuartal II 2020. Uni Eropa misalnya, ekonominya minus hingga 14,4 persen pada periode April-Juni 2020.
Kemudian, ekonomi Amerika Serikat (AS) pada kuartal II 2020 minus 9,5 persen, Singapura minus 12,6 persen, Korea Selatan minus 2,9 persen, dan Hong Kong minus 9 persen.
Realisasi pertumbuhan ekonomi kuartal II 2020 ini bisa dibilang lebih parah dari ekspektasi pemerintah. Semula, Menteri Keuangan Sri Mulyani melihat memprediksi ekonomi domestik hanya minus 3,5 persen sampai 5,1 persen dengan titik tengah minus 4,3 persen.
Kemudian, Wakil Menteri Keuangan Suahasil Nazara memprediksi ekonomi Indonesia tembus 5 persen sepanjang April-Juni 2020. Menurutnya, potensi kontraksi ekonomi masih menghantui Indonesia pada kuartal III 2020.
Sementara, Bank Indonesia (BI) memprediksi kontraksi ekonomi Indonesia tak sampai 5 persen pada kuartal II 2020. Tepatnya, ekonomi diproyeksi minus 4 persen sampai 4,8 persen.
Sumber : CNN [dot] COM