RI Soal Akses Vaksin Covid-19: Tak Perlu Khawatir, Tetap 3M

0
519

Epidemiolog dari Universitas Griffith, Dicky Budiman menyatakan Indonesia menjadi salah satu negara yang akan kesulitan untuk mendapatkan vaksin Covid-19 seperti Pfizer, Moderna, dan AstraZeneca.

Dia mengatakan kondisi itu akibat ketiga vaksin itu sudah dipesan dan dibayar penuh oleh negara kaya yang jumlah penduduknya hanya sekitar 20 persen dari total penduduk dunia.

“Memang sampai pertengahan 2021 kita akan cukup sulit atau sangat sulit mendapatkan akses pada tiga vaksin yang terbukti aman dan efektif,” ujar Dicky Kamis (17/12).

Dicky menuturkan negara berkembang hingga miskin tidak akan bisa mengakses vaksin hingga pertengahan tahun depan. Sehingga dia berharap adanya kesetaraan akses harus dijamin secara global.

Badan Kesehatan Dunia, lanjut Dicky sebenarnya sudah menyadari munculnya masalah itu. Sehingga, mereka membuat suatu lembaga khusus bernama Covax agar negara berkembang dan miskin bisa memperoleh vaksin Covid-19.

Namun, dia berkata komersialisasi membuat hukum pasar berlaku, yang pemilik modal memiliki akses mendapat vaksin Covid-19.

“Itulah kenapa berbahaya sekali ada pengabaian hak dasar seperti ini. Apalagi dalam satu negara ada masalah gratis dan sebagainya,” ujarnya.

Sementara itu, terkait pembiayaan vaksinasi, Dicky mengaku bersyukur sudah ada kepastian akan dilakukan secara gratis. Namun, dia tetap mengingatkan vaksinasi harus dilakukan secara sukarela, tanpa paksaan.

Di sisi lain, Dicky mengingatkan Indonesia tidak perlu khawatir dengan peluang mengakses vaksin Covid-19 yang potensial. Dia mengingatkan pemerintah sebaiknya menguatkan strategi pengendalian pandemi, yakni 3M dan 3T.

“Seperti Australia, memilih dan menunggu, serta melakukan program vaksinasi itu dalam kondisi terkendali. Tidak ada kasus dan kematian. Ini yang kita arahkan. Karena jangan diharapkan ada vaksin akan membuat pandemi selesai,” ujar Dicky.

Dicky menambahkan vaksin Sinovac tidak bisa dijadikan senjata satu-satunya pemerintah dalam menanggulangi pandemi. Dia berkata pemerintah harus terus melakukan diplomasi dengan pengembang vaksin lain, khususnya Pfizer, Moderna, dan AstraZeneca.

“Yang lain juga harus dipantau dan berkoordinasi dengan WHO,” ujarnya.

Sebelumnya, peneliti memprediksi seperempat atau satu dari empat orang di dunia kemungkinan baru mendapat vaksin Covid-19 pada 2022 atau lebih lama lagi.

Bahkan, jika semua penyedia vaksin corona yang mendapat izin memaksimalkan produksi, peneliti mengatakan bahwa hampir 25 persen (22,5 persen) dari populasi dunia mungkin harus menunggu sampai setidaknya 2022 untuk vaksinasi.

Berdasarkan studi, sebanyak 7,48 miliar dosis vaksin telah dipesan oleh banyak negara dari 13 produsen vaksin. Jumlah itu cukup untuk memvaksinasi 3,74 miliar orang.

Sebanyak 51 persen dari 7,48 miliar dosis vaksin yang dipesan ternyata dimiliki oleh negara kaya yang hanya menguasai 14 persen penduduk dunia. Sisanya, 85 persen dari populasi global ada di negara-negara berpenghasilan rendah dan menengah.

Kendati demikian, di tengah maraknya pemberitaan kesulitan negara berkembang mengakses vaksin Covid-19, pemerintah Joko Widodo justru telah mengumumkan pelaksanaan vaksinasi Covid-19 untuk seluruh masyarakat gratis, Rabu (16/12).

Sumber : CNN [dot] COM