Sesudah sukses di bisnis smartphone, Xiaomi memastikan akan melebarkan sayap ke industri kendaraan listrik. Tentu terdapat sejumlah potensi dan tantangan mengiringi ambisi Xiaomi itu. Apa saja?

Menurut pendiri dan CEO Xiaomi, Lei Jun, terjun ke mobil listrik adalah pilihan alami bagi Xiaomi. Sebab, pihaknya sejak awal tidak hanya membuat smartphone, tapi berbagai perangkat di ekosistem yang disebutnya artificial intelligence of things (AIoT).

Mobil yang rencananya diluncurkan dalam tiga tahun lagi itu menurut Lei akan dijual antara USD 15 ribu sampai USD 46 ribu. Jika dirupiahkan berarti antara Rp 219 juta sampai Rp 672 juta. Sedangkan tipenya adalah sedan dan SUV.

Namun meski besar potensinya, bukan hal mudah bagi pemain baru masuk industri mobil listrik. Xiaomi sudah ahli membuat smartphone, tapi tentu sangat beda caranya untuk membuat kendaraan listrik.

“Pasar kendaraan listrik butuh investasi jangka panjang dan kapabilitas yang berbeda. Kerumitan teknologinya, model bisnis dan jaringan suplai sangat berbeda,” kata Charlie Dai dari biro riset IDC. Belum lagi investasi di bidang baterai sampai layanan pasca penjualan.

“Untuk mobil, persyaratan teknologinya, terutama dalam soal keamanan, adalah jauh lebih tinggi daripada ponsel. Seluruh ekosistemnya memberikan investasi besar,” ucap Li Lianfeng, direktur riset IDC yang dikutip detikINET dari South China Morning Post, Rabu (14/4/2021).

Lei Jun sendiri sudah berjanji akan menggelontorkan investasi sekitar USD 10 miliar. Di sisi lain walau tak kecil tantangannya, pasar mobil listrik memang terbuka lebar buat para pemain baru termasuk Xiaomi.

“Jika dibandingkan dengan ponsel, ini adalah transisi yang sama seperti dari feature phone ke smartphone. Halangan masuk ke industri mobil listrik lebih rendah sekarang dengan kemajuan teknologi baterai. Penerimaan konsumen juga bukan rintangan besar,” cetus Li.