Departemen Luar Negeri Amerika Serikat (AS) merilis Laporan Praktik Hak Asasi Manusia (HAM) di berbagai negara, termasuk Indonesia. Penggunaan aplikasi PeduliLindungi menjadi salah satu yang disorot. Bagaimana kata pakar?
Dikutip dari 2021 Country Reports on Human Rights Practices: Indonesia yang dilihat dari situs Deplu AS, Jumat (15/4/2022), ada sejumlah hal yang disorot dalam laporan tersebut. Salah satunya terkait gangguan sewenang-wenang atau melanggar hukum terkait privasi.
Laporan itu mengatakan petugas keamanan kadang melakukan pengawasan tanpa surat perintah terhadap individu dan tempat tinggal mereka dan memantau panggilan telepon. PeduliLindungi pun disorot.
“Pemerintah mengembangkan PeduliLindungi, sebuah aplikasi smartphone yang digunakan untuk melacak kasus COVID-19. Peraturan pemerintah berupaya menghentikan penyebaran virus dengan mewajibkan individu yang memasuki ruang publik seperti mal untuk check-in menggunakan aplikasi,” sebut mereka.
“Aplikasi ini juga menyimpan informasi tentang status vaksinasi individu. LSM menyatakan keprihatinan tentang informasi apa yang dikumpulkan oleh aplikasi dan bagaimana data ini disimpan dan digunakan oleh pemerintah,” tulis laporan itu.
Pakar keamanan siber dari Vaksincom, Alfons Tanuwijaya, menilai kritikan itu tidak tepat. Menurutnya dalam soal HAM memang ada privasi tetapi ada juga hak orang mendapatkan perlindungan dari negara dari ancaman pandemi.
“Dan hak orang banyak (masyarakat) untuk mendapatkan perlindungan dari ancaman pandemi dan penyakit jelas lebih penting dari hak individu. Dan hal itu dilakukan dengan baik oleh pemerintah melalui aplikasi Peduli Lindungi,” katanya.
“Soal kebocoran data di Indonesia memang harus diakui cukup serius dan negara memang harus melakukan banyak hal untuk memperbaiki hal ini. Tetapi kita sudah berada di jalur yang benar dan harus konsisten menjalankan apa yang sudah dijalankan guna beradaptasi dengan perkembangan dan tuntutan zaman,” tambah Alfons kepada detikINET.
Ia menyatakan perlu diakui awalnya penanganan data kurang baik, tetapi jika perhatian difokuskan ke penanganan kebocoran data saja supaya aplikasi aman tapi tak berfungsi baik dan pandemi memakan korban besar, jelas yang harus diprioritaskan adalah aplikasi berfungsi baik dulu untuk menekan pandemi. Setelah itu baru pelan-pelan mengurus pengamanan datanya.
“Jelas perlindungan kesehatan masyarakat jauh lebih penting daripada hak individu. Saya tidak bisa mengerti ada yang ingin mengutamakan kepentingan individu di atas kepentingan umum atau masyarakat,” paparnya.
“Kita berkaca saja dari keberhasilan penanganan pandemi, justru negara lain yang harus belajar dari Indonesia. Dan hal ini dikontribusikan cukup besar oleh PeduliLindungi,” lanjut Alfons.
“Jangan main kritik saja mengutamakan sekuriti data, tapi fungsi aplikasi malah tidak menjadi fokus. Fungsi aplikasi nomor satu, setelah lancar dan berjalan baik karena dikejar waktu (pandemi tidak menunggu aplikasi aman baru menyebar) baru fokuskan pada pengamanan data,” pungkas Alfons.