Film Oppenheimer tengah tayang di bioskop Tanah Air. Film yang digarap oleh sutradara Christopher Nolan ini mengisahkan kehidupan J. Robert Oppenheimer yang dijuluki sebagai bapak bom atom.

Lahir dari imigran Jerman, Oppenheimer muncul sebagai salah satu tokoh paling berpengaruh di dunia. Dengan rasa haus yang tak terpuaskan akan pengetahuan, rasa tanggung jawab sosial yang mendalam, dan dedikasi yang tak tergoyahkan untuk eksplorasi ilmiah, Oppenheimer berdiri sebagai ikon kecemerlangan ilmiah, meninggalkan jejak yang tak terhapuskan di dunia dan membentuk pemahaman manusia tentang alam semesta.

Berikut 10 fakta mencengangkan tentang Oppenheimer yang dilansir beberapa sumber. Bisa dijadikan panduan singkat sebelum menonton filmnya yang berdurasi tiga jam.

1. Hindu dan Bahasa Sansekerta

Dunia mengasosiasikan syair terkenal dari Bhagavad Gita, “Aku menjadi kematian, perusak dunia,” dengan Oppenheimer. Setelah berhasil meledakkan bom Trinity, Oppenheimer mengutip baris-baris Gita sebagai penghiburan atas gejolak emosi batinnya.

Meskipun dia tidak benar-benar menganut, Oppenheimer sering mengungkapkan kekaguman dan penghormatannya pada agama Hindu, sastra, dan terutama bahasa Sanskerta.

Ketertarikan Oppenheimer dengan bahasa Sansekerta dimulai selama tahun-tahun sarjananya di Universitas Harvard, di mana dia mempelajari berbagai bahasa, termasuk bahasa Sansekerta. Dia terpikat oleh sejarah bahasa kuno yang kaya, tata bahasa yang rumit, dan teks filosofis mendalam yang dicakupnya.

Studi Oppenheimer tentang bahasa Sansekerta memberinya pintu gerbang untuk menjelajahi kedalaman filosofis Hinduisme. Afinitas tituler pada filosofi Hindu melampaui pengejaran akademisnya yang mencakup berbagai aspek termasuk gagasan tentang siklus kosmik, keterkaitan semua kehidupan, dan sifat keberadaan.

2. Orang Pertama yang Usulkan Keberadaan Black Hole

Seperti yang telah disebutkan sebelumnya, hasrat Oppenheimer yang tak tergoyahkan untuk mengejar keingintahuan intelektualnya yang mendorongnya untuk menemukan penemuan-penemuan ilmiah yang lebih besar. Kontribusinya pada astrofisika termasuk prediksi terobosan tentang objek kosmik.

Prediksinya yang paling menonjol adalah pada tahun 1939 ketika dia ikut menulis makalah berjudul “On Continued Gravitational Contraction,” yang meramalkan keberadaan lubang hitam . Awalnya diabaikan, makalah ini kemudian ditemukan kembali oleh fisikawan yang mengakui pandangan jauh ke depan Oppenheimer dan signifikansinya dalam memahami entitas langit yang penuh teka-teki ini.

Makalah penerbitan Oppenheimer menyelidiki ranah fenomena kosmik yang belum ditemukan. Salah satu studi semacam itu berfokus pada katai putih, yang merupakan sisa-sisa bintang mati.

Oppenheimer menjelaskan sifat benda langit yang padat dan bercahaya ini. Selain itu, ia menjelajahi batas massa teoretis bintang neutron, yang merupakan sisa-sisa bintang meledak yang sangat padat.

3. Poligot dan Bocah Ajaib

Lahir pada 22 April 1904, Oppenheimer mengembangkan minat pada sains sejak dini. Pada usia 10 tahun, dia mulai belajar fisika, kimia, dan mineral.

Oppenheimer bahkan diundang oleh Klub Mineralogi New York untuk memberikan kuliah ketika dia baru berusia 12 tahun. Pada bulan September 1922, dalam usia 18 tahun, Oppenheimer mendaftar di Universitas Harvard dan lulus dalam tiga tahun.

Selain belajar sains di Harvard, Oppenheimer juga mengambil mata kuliah agama, filsafat, sastra, dan bahasa. Bakatnya untuk bahasa sama kemahirannya dalam fisika dan kimia. Dia menguasai enam bahasa, termasuk bahasa Yunani, Latin, Prancis, Jerman, Belanda, dan bahasa Sansekerta.

4. Albert Einstein

Jelang akhir kehidupannya, Albert Einstein konon menganggap Oppenheimer sebagai orang bodoh karena mengadvokasi Komisi Energi Atom. Dua goliat bersejarah pertama kali berpapasan selama studi pascasarjana Oppenheimer di Universitas Göttingen pada 1920-an. Pada saat itu, Einstein adalah seorang fisikawan terkenal dan tokoh terkemuka dalam fisika teoretis.

Oppenheimer dan Einstein mengakui implikasi moral dan etis dari kemajuan ilmiah mereka dan prihatin tentang pengembangan dan penggunaan senjata nuklir. Mereka memiliki minat yang sama dalam masalah politik dan sosial, khususnya advokasi mereka untuk perlucutan senjata nuklir dan kerja sama internasional.

Terlepas dari tujuan dan kolaborasi mereka yang sama, Oppenheimer dan Einstein memiliki perspektif yang berbeda tentang masalah ilmiah dan politik tertentu. Salah satu contohnya adalah ketidaksetujuannya dengan Albert Einstein selama Red Scare, histeria anti-komunis yang digaungkan Senator AS Joseph R. McCarthy.

5. Kepala Ilmuwan Laboratorium Los Alamos

Setelah diperingatkan oleh Albert Einstein dan ilmuwan terkenal lainnya, pemerintah AS menjadi waspada terhadap ancaman yang akan segera terjadi dari Adolf Hitler pasca invasi Polandia. Oppenheimer, yang memulai misi untuk menemukan cara memisahkan uranium-235 dari uranium alami, menjadi direktur Proyek Manhattan yang mengarah ke uji coba bom nuklir pertama.

Di bawah kepemimpinan Oppenheimer, laboratorium Los Alamos menjadi pusat inovasi dan kolaborasi. Dia memilih dataran tinggi terpencil Los Alamos, New Mexico pada tahun 1943, sebagai tempat untuk upaya ilmiah yang inovatif ini. Setelah mengasimilasi ancaman nuklir dari Jerman, Presiden Roosevelt memutuskan laboratorium tersebut untuk mengembangkan bom atom yang dipimpin oleh tituler.

6. Dihantui Dilema Etis dan Moral

Oppenheimer tidak hanya dikenal sebagai seorang fisikawan jenius yang menciptakan bom atom, tetapi juga sebagai seorang manusia yang mengalami pergulatan batin yang mendalam akibat dari karyanya itu. Ia harus menghadapi konsekuensi moral, politik, dan sosial dari senjata nuklir yang ia buat bersama timnya dalam Proyek Manhattan.

Oppenheimer kemudian menjadi pendukung regulasi pengontrolan bom atom dan menentang pengembangan bom hidrogen, senjata nuklir yang lebih kuat dari bom atom. Ia berpendapat bahwa senjata nuklir harus digunakan sebagai alat diplomasi dan bukan sebagai alat perang. Ia juga mendesak agar Amerika Serikat bekerja sama dengan Uni Soviet dan negara-negara lain untuk mencegah penyebaran senjata nuklir.

Namun, sikapnya ini menimbulkan kecurigaan dan permusuhan dari pihak-pihak yang berkepentingan dengan senjata nuklir, terutama Lewis Strauss, seorang pejabat Komisi Energi Atom Amerika Serikat yang bermusuhan dengan Oppenheimer sejak lama. Strauss menuduh Oppenheimer tidak setia kepada negara karena hubungannya dengan komunis dan aktivis sayap kiri di masa lalunya. Ia juga mencoba menjatuhkan reputasi Oppenheimer sebagai ilmuwan dengan mengadakan sidang tertutup yang menginterogasi Oppenheimer tentang kegiatan-kegiatannya selama Proyek Manhattan.

Sidang ini berlangsung selama empat minggu pada 1954 dan berakhir dengan keputusan bahwa Oppenheimer tidak dapat dipercaya dan harus dicabut izin keamanannya. Akibatnya, Oppenheimer kehilangan posisinya sebagai penasihat pemerintah dalam hal kebijakan nuklir dan terasingkan dari komunitas ilmiah. Ia juga menjadi korban kampanye anti-komunis yang melanda Amerika Serikat pada masa itu.

Oppenheimer menghabiskan sisa hidupnya sebagai direktur Institute for Advanced Study di Princeton, New Jersey, tempat ia terus melakukan penelitian dan mengajar fisika teoretis. Meskipun ia mendapat penghargaan Medal for Merit dan Enrico Fermi Award atas jasanya dalam bidang sains dan teknologi nuklir, ia tetap merasa tidak puas dengan karyanya itu.

Ia pernah berkata: “Kita tahu dunia tidak akan sama. Beberapa orang tertawa, beberapa orang menangis. Kebanyakan orang diam. Saya ingat kalimat dari kitab suci Hindu, Bhagavad Gita; Wisnu mencoba meyakinkan Pangeran bahwa dia harus melakukan tugasnya dan, untuk membuatnya terkesan, mengambil wujud multi-lengan dan berkata, ‘Sekarang saya menjadi Kematian, penghancur dunia.’ Saya kira kita semua berpikir begitu, dengan satu atau lain cara.”

7. Inspirasi Film Hollywood

Kehidupan Oppenheimer dan peristiwa Proyek Manhattan telah menginspirasi banyak film, diantaranya Fatman and Little Boy (1989) , dan The Beginning or the End (1947). Paling terkenal dari semuanya adalah serial TV BBC tahun 1980-an Oppenheimer , dibintangi oleh Sam Waterston sebagai karakter utama. Serial ini meraih tiga penghargaan BAFTA dan menerima nominasi Golden Globe serta nominasi Emmy.

Paling baru Oppenheimer yang dibuat Christopher Nolan. Film ini dibintangi Cillian Murphy, Emly Blunt, dan Matt Damon di Robert Downey Jr. Menariknya film ini, Nolan mengaku tidak ada pengambilan gambar CGI dalam film tersebut termasuk ledakan nuklir.

8. Guru Hebat

Oppenheimer adalah seorang fisikawan verbal, dia sering berusaha menyampaikan kompleksitas dunia dan sains melalui kekuatan kata-kata. Kemampuannya untuk mengartikulasikan ide, dikombinasikan dengan pengetahuannya yang luas melampaui bidang fisika, membuatnya menjadi pembicara yang menawan dan memikat.

Sebagai seorang profesor dan mentor, dia memainkan peran penting dalam membentuk karir banyak fisikawan yang meninggalkan warisan abadi. Banyak dari murid-muridnya dipuji sebagai tokoh terkemuka di dunia fisika.

9. Tiga Kali Dinominasikan Nobel

Meskipun dinominasikan untuk Hadiah Nobel Fisika tiga kali, pada tahun 1945, 1951, dan 1967, ia tidak pernah muncul sebagai pemenang. Namun, perlu dicatat bahwa Oppenheimer bekerja sama erat dengan Ernest O. Lawrence, seorang fisikawan eksperimental yang dianugerahi Penghargaan Nobel dalam Fisika. Herannya lagi 18 rekan Oppenheimer dari Proyek Manhattan di Los Alamos dianugerahi Hadiah Nobel.

10. Meninggal karena Kanker

Meskipun lebih dekat dengan eksperimen nuklir, Robert Oppenheimer meninggal karena satu hal yang menjadi ciri khasnya – merokok akut. Fisikawan itu didiagnosis menderita kanker tenggorokan dan meninggal di rumahnya di New Jersey pada tahun 1965, dalam usia 62 tahun. Kematian Oppenheimer menandai akhir dari kehidupan luar biasa yang dipenuhi dengan pencapaian ilmiah, kontribusi intelektual, dan dampak signifikan pada fisika dan penelitian nuklir.