CEO sekaligus salah satu pendiri Tesla Elon Musk mengaku skeptis soal penggunaan air sebagai bahan bakar kendaraan di tengah sejumlah klaim tersebut di tanah air. Masih ragu dengan dalih karya anak bangsa?
“Hal paling bodoh yang dapat saya bayangkan untuk penyimpanan energi,” ujar dia, dalam wawancara di Financial Times Future of the Car Summit, beberapa waktu lalu, dikutip dari CNBC.
Dalam sesi wawancara itu, Musk ditanya soal pandangannya soal peran hidrogen dalam mempercepat transisi bahan bakar fosil. Ia dengan tegas menjawab “tidak”.
“Penting untuk dipahami bahwa jika Anda menginginkan sarana penyimpanan energi, hidrogen adalah pilihan yang buruk,” ucapnya.
CEO SpaceX itu melanjutkan bahwa “tangki raksasa” diperlukan untuk menampung hidrogen dalam bentuk cair. Jika disimpan dalam bentuk gas, kendaraan akan membutuhkan tangki yang “lebih besar”.
Kenapa demikian? “[Bahan bakar hidrogen] itu tidak terjadi secara alami di Bumi. Jadi Anda harus memisahkan air lewat elektrolisis atau memecah hidrokarbon,” ujarnya, kepada Financial Times.
“Ketika Anda memecah hidrokarbon, Anda benar-benar belum memecahkan masalah bahan bakar fosil, dan efisiensi elektrolisisnya buruk,” jelas Musk.
Alhasil, kata dia, energi yang dikeluarkan untuk memproduksinya malah tak sebanding dengan yang didapatkan.
“Jadi Anda benar-benar menghabiskan banyak energi untuk… memisahkan hidrogen dan oksigen. Kemudian Anda harus memisahkan hidrogen dan oksigen dan menekannya. Ini juga membutuhkan banyak energi.”
“Jumlah energi yang dibutuhkan untuk … membuat hidrogen dan mengubahnya menjadi bentuk cair sangat mengejutkan. Ini adalah hal paling bodoh yang bisa saya bayangkan untuk penyimpanan energi,” sambung pria terkaya di dunia versi Forbes itu.
Sebelumnya, Badan Energi Internasional (IEA) menyatakan hidrogen sebagai “pembawa energi serbaguna” karena memiliki beragam aplikasi dan dapat digunakan di sektor-sektor seperti industri dan transportasi.
Pada 2019, IEA mengatakan hidrogen adalah “salah satu opsi utama untuk menyimpan energi dari energi terbarukan dan tampaknya menjanjikan untuk menjadi opsi berbiaya terendah untuk menyimpan listrik selama berhari-hari, berminggu-minggu, atau bahkan berbulan-bulan.”
Musk sendiri sudah berulangkali meledek gagasan itu. Pada Juni 2020, dia berkicau “fuel cells = fool sells (sel bahan bakar = penjualan bodoh)”. Sebulan kemudian, ia men-tweet, “Hydrogen fool sells make no sense (Penjualan bodoh hidrogen tidak masuk akal).”
Terpisah, peneliti Laboratorium Motor Bakar dari Badan Riset dan Inovasi Nasional (BRIN) Arifin Nur mengatakan penggunaan air sebagai bahan bakar merupakan hal yang belum efisien.
Hal itu lantaran proses pemisahan molekul air menjadi hidrogen dan oksigen yang terbilang tidak mudah.
“Untuk memisahkan unsur air yang merupakan unsur paling stabil di dunia, itu membutuhkan energi yang sangat besar,” ujar Arifin dikutip situs resmi BRIN.
Menurut Arifin, riset semacam ini telah dilakukan di banyak negara termasuk di Indonesia yang dilakukan pada 2012. Setelah diuji, kata dia, “hasilnya tidak seperti yang klaim oleh penemu”.
Dia mengatakan memisahkan molekul air menjadi hidrogen dan oksigen membutuhkan energi yang besar, dan tidak sepadan dengan energi yang dihasilkan.
Terkait temuan ini Arifin menganjurkan kepada pihak yang menghasilkan temuan hendaknya dilakukan pengujian terlebih dahulu di laboratorium, agar hasil temuan tersebut dapat dibuktikan secara ilmiah.
Sebelumnya, dalam beberapa tahun muncul klaim sejumlah warga bisa menghasilkan bahan bakar dari air atau membuat kendaraan berbahan bakar air. Hal itu disambut gegap gempita dengan embel-embel karya anak bangsa. Beberapa pejabat pun pernah kecele.
Yang terakhir adalah klaim dari Aryanto Misel, warga Cirebon yang mengaku menemukan alat pengubah air menjadi energi yang dinamai Nikuba. Metode itu diaplikasikan ke sepeda motor milik TNI dengan mengandalkan generator elektrolisis.
Dia mengklaim butuh satu liter air yang telah dikonversi menjadi hidrogen melalui proses elektrolisis oleh Nikuba untuk bisa menjalankan kendaraan pulang-pergi dari Cirebon ke Semarang dalam uji coba yang telah dilakukan.
Hal itu pun sudah dibantah para pakar.