Untuk pertama kalinya, para anggota Perserikatan Bangsa-Bangsa (PBB) menyepakati perjanjian terpadu untuk melindungi keanekaragaman hayati di laut lepas. Perjanjian tersebut mencerminkan titik balik bagi bentangan luas laut di planet ini di mana upaya pelestarian sebelumnya terhambat oleh tambal sulam hukum yang membingungkan.

Konvensi PBB tentang Hukum Laut mulai berlaku pada tahun 1994, sebelum keanekaragaman hayati laut dikenal menjadi konsep yang mapan. Kesepakatan mengenai perjanjian itu telah mengakhiri pembicaraan di New York yang berlangsung selama dua minggu.

Kerangka kerja yang diperbarui untuk melindungi kehidupan laut di wilayah-wilayah yang berada diluar perbatasan perairan nasional, yang dikenal sebagai laut lepas, telah dibahas selama lebih dari 20 tahun. Upaya sebelumnya untuk mencapai kesepakatan berulang kali macet. Perjanjian bersama, yang berlaku untuk hampir separuh permukaan planet ini, akhirnya berhasil dicapai pada Sabtu (4/3) malam.

“Kita sebenarnya hanya memiliki dua persamaan global yang penting yaitu atmosfer dan lautan,” kata ahli biologi kelautan Georgetown Rebecca Helm. Meskipun lautan mungkin kurang menarik perhatian, “melindungi separuh permukaan bumi ini sangat penting bagi kesehatan planet kita.”

Nichola Clark, pakar kelautan di Pew Charitable Trusts yang mengamati pembicaraan yang berlangsung di New York tersebut, menyebut teks perjanjian yang telah lama ditunggu-tunggu itu sebagai “kesempatan sekali dalam satu generasi untuk melindungi lautan — kemenangan besar bagi keanekaragaman hayati.”

Perjanjian itu akan membentuk badan baru untuk mengelola konservasi kehidupan laut dan membentuk kawasan lindung laut di laut lepas. Dan Clark mengatakan hal itu penting untuk memenuhi janji Konferensi Keanekaragaman Hayati PBB baru-baru ini untuk melindungi 30 persen wilayah perairan planet ini, serta wilayah daratannya, demi tujuan pelestarian.