Pakar: PP Postelsiar Kurangi Beban Bandwidth Besar Netflx dkk

0
606

Pemerintah resmi menerbitkan Peraturan Pemerintah (PP) 46 tahun 2021 tentang Pos, Telekomunikasi dan Penyiaran (Postelsiar). PP ini dinilai bisa membuat Over the Top (OTT) asing seperti Netflix dkk bisa mengurangi beban perusahaan telekomunikasi (Telko) di Indonesia.

Pengamat hukum telekomunikasi Johny Siswandi mengatakan pasal 15 di PP Postelsiar bisa mengurangi beban perusahaan Telko untuk memenuhi kebutuhan Bandwidth yang besar dari Netflix dkk.

“Bisa mengurangi beban operator telekomunikasi dalam memenuhi kebutuhan bandwidth yang besar dari OTT asing. Padahal bandwidth internasional itu mahal,” kata Johny lewat keterangan tertulis, Kamis (25/2).

PP Postelsiar Pasal 15 Ayat 1 sendiri berbunyi pemerintah menyatakan pelaku usaha baik nasional maupun asing yang menjalankan kegiatan usaha melalui internet kepada pengguna di wilayah Indonesia melakukan kerja sama usaha dengan penyelenggara jaringan telekomunikasi dan penyelenggara jasa telekomunikasi.

“Aspek pengaturan yang ingin diperkuat oleh Pemerintah adalah dari sisi kerja samanya. Pemerintah mengatur kerja sama antara OTT dan Telco sehingga bersifat adil, wajar, dan non-diskriminatif. Kerja sama tersebut ditujukan untuk menjaga kualitas layanan,” tegas Johny.

Komisioner BRTI periode 2018-2020 itu mengatakan untuk memenuhi prinsip adil, wajar, dan non-diskriminatif, kerja sama antara penyelenggara OTT dan penyelenggara telekomunikasi tentunya harus diformalkan secara tertulis. Adanya perjanjian formal diharapkan akan memberikan kejelasan hak dan kewajiban bagi para pihak.

Menurut dia tidak adil jika porsi terbesar keuntungan didapatkan oleh penyelenggara OTT Asing seperti Netflix dkk. Padahal porsi terbesar dari biaya dibebankan kepada penyelenggara telekomunikasi.

Tidak wajar juga jika pangsa pasar pelanggan yang ingin disasar ada di wilayah Indonesia namun konten dan layanan yang akan diakses berada di luar negeri. Akibatnya belanja bandwidth internasional Indonesia menjadi besar.

“Devisa kita terkuras di sana,” ungkap Johny.

Dengan adanya PP Postelsiar, baik penyelenggara OTT asing dan penyelenggara telekomunikasi dilarang melakukan tindakan diskriminatif.

PP Postelsiar juga mengatur kriteria penyelenggara OTT mana saja yang diwajibkan bekerja sama. Dari sisi kegiatan usaha, penyelenggara OTT yang diwajibkan kerja sama adalah yang layanannya menjadi subtitusi layanan telekomunikasi, platform konten layanan audio atau visual yang ditetapkan Menkominfo.

Di PP Postelsiar juga dengan tegas mengatur pengecualian kewajiban kerja sama tersebut yaitu pelaku usaha yang merupakan pemilik dan/atau pengguna akun pada kanal media sosial, kanal platform konten, kanal marketplace, dan jenis kanal lainnya.

“Nantinya jika ada OTT asing yang tak mau ditata, operator telekomunikasi dapat melakukan pengelolaan bandwidth sesuai perundang-undangan yang berlaku. Posisi operator akan kuat untuk mengatur bandwidth sesuai pasal 15 ayat 2 dan 3 PP Postelsiar,” kata Johny.

Sebelumnya, PT Telekomunikasi Indonesia Tbk (Telkom) menyindir Netflix yang belum sepakat membayar direct-peering untuk penyaluran heavy traffic konten video. Padahal, konten HD video Netflix, menurut Telkom, sangat boros mengonsumsi bandwidth.

“Jika kondisi ini dibiarkan, belanja modal dan beban operasi hanya habis untuk peningkatan kapasitas jaringan demi Netflix saja. Ini semua ditanggung Telkom,” kata Direktur Wholesale & International Service Telkom Dian Rachmawan.

“Sementara dari Netflix tak ada pengorbanan apapun, monopoli penggunaan bandwidth oleh Netfilx saat ini sudah sangat besar dan diskriminatif,” tambahnya.

Dian menambahkan seharusnya untuk pelayanan yang lebih baik bagi para pelanggannya, Netflix tidak cukup meletakkan server-nya di Singapore, namun konten video resolusi tinggi ini harus terdistribusi ke jaringan CDN Telkom di Indonesia. Dian menekankan Netflix wajib interkoneksi (direct-peering) dengan CDN Telkom.