Lebih dari 5 miliar HP akan menjadi sampah tahun ini. Saking banyaknya bisa membentang di khatulistiwa, demikian hasil penelitian Waste Electrical and Electronic Equipment Forum (WEEE).

Jika ditumpuk rata di atas satu sama lain, telepon akan membuat menara setinggi lebih dari 48.000 km atau 120 kali lebih tinggi dari orbit Stasiun Luar Angkasa Internasional dan mencapai seperdelapan perjalanan ke Bulan.

Sayangnya, kendati mengandung emas, tembaga, perak, paladium, dan komponen daur ulang lainnya yang berharga, hampir semua HP yang tidak dipensiunkan akan ditimbun, dibuang, atau dibakar, yang menyebabkan kerusakan kesehatan dan lingkungan yang signifikan.

“Smartphone adalah salah satu produk elektronik yang menjadi perhatian utama kami,” kata Pascal Leroy, Direktur Jenderal Forum WEEE.

“Jika kita tidak mendaur ulang bahan langka yang dikandungnya, kita harus menambangnya di negara-negara seperti China atau Kongo,” tegasnya.

Berdasarkan data limbah elektronik global tahun 2020, sebanyak 44,48 juta ton limbah elektronik global dihasilkan setiap tahun. Berdasarkan penelitian yang dilakukan dari bulan Juni hingga September, banyak dari HP yang ditarik dari peredaran tidak didaur ulang.

Pasalnya banyak orang menimbun gadget mereka dengan tujuan untuk menjual atau memberikannya. Selain itu, lebih memilih menyimpannya karena “nilai sentimental”

“Orang cenderung tidak menyadari bahwa semua barang yang tampaknya tidak penting ini memiliki banyak nilai. Tapi e-waste tidak akan pernah dikumpulkan secara sukarela karena mahalnya biaya. Itulah mengapa undang-undang sangat penting,” kata Leroy.

Bulan ini parlemen UE mengesahkan undang-undang baru yang mengharuskan USB-C menjadi standar pengisi daya tunggal untuk semua ponsel cerdas, tablet, dan kamera baru mulai akhir 2024.

Langkah ini diharapkan menghasilkan penghematan tahunan setidaknya 200 juta euro (Rp 2 triliun) dan memotong lebih dari seribu ton limbah elektronik UE setiap tahun.

Menurut Kees Balde, Spesialis Ilmiah Senior di Institut Pelatihan dan Penelitian Perserikatan Bangsa-Bangsa (UNITAR), undang-undang di Eropa telah mendorong tingkat pengumpulan limbah elektronik yang lebih tinggi di wilayah tersebut dibandingkan dengan bagian lain dunia.

“Di tingkat Eropa, 50-55 persen limbah elektronik dikumpulkan atau didaur ulang,” kata Balde. “Di negara-negara berpenghasilan rendah, perkiraan kami turun hingga di bawah 5 persen dan terkadang bahkan di bawah 1 persen.”