Badan Meteorologi, Klimatologi, dan Geofisika (BMKG) mewanti-wanti potensi kebakaran hutan lahan (karhutla) di periode kering sambil mengingatkan pengalaman kerugian triliunan Rupiah akibat titik-titik panas (hotspot) di masa lalu.

Sebelumnya, BMKG mengungkap prediksi kekeringan di musim kemarau tahun ini akibat ‘duet maut’ fenomena iklim El Nino dan Indian Ocean Dipole (IOD).

Kepala BMKG Dwikorita Karmawati mengungkapkan munculnya dua fenomena ini berbarengan serupa dengan kejadian pada 2019.

“Ini setara seperti di tahun 2019,” cetus dia, dalam konferensi pers daring, Selasa (6/6).

“Dengan kondisi yang sama seperti dikontrol El Nino dan IOD, kita lihat titik-titik panas terjadi di Kalimantan bagian barat, selatan, tengah, dan timur; kemudian di Sumatra seperti Riau, Jambi, Sumsel, Palembang dan sebagian Jawa dan sebagian Kalimantan, dan Nusa Tenggara, bahkan terjadi di Ambon dan Papua bagian selatan. Ini tahun 2019, kurang lebihnya seperti ini titik panasnya,” urai Dwikorita.

Ketika itu, lanjutnya, Bank Dunia mengungkap kerugian akibat karhutla di wilayah-wilayah tersebut amat besar.

“Pada 2019 saya gambarkan karena cukup banyak hotspot menurut Bank Dunia kerugian mencapai kurang lebih Rp77 triliun,” ujarnya.

Di saat yang sama, Dwikorita mengungkap prediksi daerah-daerah yang mengalami curah hujan sangat rendah kurang dari 30 persen alias kekeringan. Sebagai perbandingan, curah hujan normal berkisar 31 hingga 80 persen.

Di antaranya adalah sebagian besar wilayah Jawa, yang dalam peta BMKG sangat gelap yang berarti amat kering; sebagian besar NTT, Sumatra Selatan, Bali.

“[Curah hujan rendah] ini sampai September ini puncaknya, semakin meluas hampir seluruh wilayah Indonesia ya, kategorinya di bawah normal,” ungkap Dwikorita.

“[Area] hitam (kering, red)-nya hampir merata. Inilah yang harus diwaspadai sejak dini,” sambung mantan Rektor Universitas Gadjah Mada (UGM) tersebut.

Sebelumnya, Juru Kampanye Pantau Gambut, LSM yang fokus di bidang kelestarian lahan gambut, Wahyu A Perdana menjelaskan Kalimantan menjadi pulau yang berisiko tinggi karhutla. Sementara, provinsinya yang paling rawan adalah Kalimantan Tengah.

Ibu Kota Nusantara (IKN) Nusantara yang berlokasi di Penajam Paser Utara, Kalimantan Timur, disebut dikepung oleh tiga provinsi yang berpotensi kebakaran hutan dan lahan (karhutla).

“Berdasarkan penggabungan area KHG (Kesatuan Hidrologis Gambut) berdasarkan area administrasi provinsi, Provinsi Kalimantan Tengah menjadi provinsi dengan kerentanan karhutla pada area KHG tahun 2023 yang memiliki kelas kerentanan high risk terbesar se-Indonesia,” ujar dia di Jakarta, Rabu (31/5).

Studi lembaga ini juga mengungkap 1,2 juta dari 4,3 juta hektare hutan gambut di Kalimantan Tengah berpotensi terbakar.

Sementara, di sekitar kawasan IKN, luas tanah yang berpotensi karhutla ada sekira 119 ribu hektare dari total 342 ribu lahan gambut.

Selain itu, Kalimantan Utara ada sekitar 89 ribu hektare lahan gambut berisiko tinggi kebakaran, dari total lahan gambut yang tersedia 351 ribu hektare. Kalimantan Barat punya 408 ribu hektare lahan gambut berisiko tinggi karhutla dari total 2,7 juta hektare.